Rabu 22 Jan 2020 19:37 WIB

Kejakgung Sita 1.400 Sertifikat Tanah dalam Kasus Jiwasraya

Selain sertifikat tanah, aset berupa kendaraan bermotor juga disita oleh Kejakgung.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (20/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (20/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pelacakan dan penyitaan aset para tersangka dugaan megakorupsi PT Asuransi Jiwasraya mencapai ribuan. Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin mengatakan, tim penyidikan khusus bentukannya, sudah menyita sebanyak 1.400 sertifikat tanah selama pengungkapan.

Aset tak bergerak tersebut, belum menambahkan penyitaan barang-barang mewah lainnya dari para tersangka. Burhanudin menjanjikan, barang sitaan tersebut, sebagai salah satu sumber dana pengganti kerugian negara, pun juga dana nasabah yang dirugikan.

Baca Juga

“Banyak sekali (yang disita). Bayangin saja, sertifikat itu ada seribu empat ratus,” kata dia saat dijumpai di Gedung Pidana Khusus Kejakgung, Jakarta, Rabu (22/1).

Ketika ditanya sertifikat yang dimaksud, Burhanudin menegaskan, “sertifikat tanah.”

Namun, kata dia, seluruh aset yang saat ini dalam penyitaan tersebut, belum dihitung berapa nilainya jika dirupiahkan.

Karena, seperti yang juga pernah Burhanudin janjikan saat rapat kerja (raker) di Komisi III DPR RI, Senin (20/1), aset sitaan dari para tersangka akan dijadikan modal untuk mengganti kerugian negara dan dana nasabah yang dirugikan dalam kasus Jiwasraya. “Itu (nilai aset yang disita), belum dihitung. Masih direkap-rekap,” sambung Burhanudiin.

Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus di Kejakgung, Febri Adriansyah saat ditemui, juga memastikan jumlah sertifikat tanah yang disita dari para tersangka. Namun kata dia, bukan cuma sertifikat tanah yang disita. Melainkan juga beberapa aset berharga lainnya.

“Banyak yang kita sita ini. Untuk mengejar kerugian yang sudah terjadi dari kasus ini (Jiwasraya),” terang Febri.

Ia menerangkan, seluruh aset yang disita tersebut semuanya berasal dari lima tersangka. Mereka yaitu, dua pebisnis saham Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat.

Sedangkan tiga tersangka lainnya, dari para mantan petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan.

Lima tersangka tersebut, sejak pekan lalu, sudah dalam penahanan. Sampai saat ini, kata Febri, pengungkapan dalam proses penyidikan masih terus dilakukan, dengan memeriksa banyak saksi dan ahli. Febri menjelaskan, ada banyak fokus penyidikan yang Kejakgung lakukan. Mulai dari dugaan korupsi yang merugikan negara, pun juga dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Terkait dengan pelacakan dan penyitaan aset para tersangka, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono, Selasa (21/1) memastikan sikap transparan Kejakgung. Ia tak ingin, penyitaan aset milik para tersangka yang dilakukan oleh Kejakgung menjadi bahan penggelapan oleh sejumlah oknum.

“Kejaksaan akan transparan terkait aset-aset ini. Seperti yang teman-teman ketahui, (sebagian) aset-aset ini ada di sini (Kejakgung),” ujar dia.

Sebagian aset milik para tersangka, memang tampak di laman parkir Gedung Pidana Khusus Kejakgung. Tercatat ada sembilan mobil mewah, dan satu motor besar milik para tersangka Jiwasraya, terparkir dengan segel sita Kejaksaan Agung.

Selain menyita banyak aset, Hari juga mengatakan, tim penyidikan masih terus bekerja menyisir dan melacak aset yang diduga terkait kasus Jiwasraya. Seperti, kata dia, rentetan penggledahan yang dilakukan di perusahaan-perusahaan milik para tersangka, termasuk sejumlah komplek apartemen di beberapa titik di Jakarta, milik salah satu tersangka.

Kasus Jiwasraya, adalah dugaan megaskandal korupsi dalam pengelolaan BUMN asuransi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ragam penyimpangan dalam aksi korporasi perusahaan milik negara itu, sejak 2006.

Seperti manipulasi akutansi untuk membukukan laba semu. Juga, aksi penjualan produk asuransi Saving Plan yang merugikan keuangan negara. Meski belum menemukan angka pasti besaran kerugian negara, BPK memastikan, gagal bayar Jiwasraya per September 2018 mencapai Rp 13,7 triliun.

Akibat gagal bayar tersebut, Jiwasraya mengalami defisit keuangan mencapai Rp 27,2 triliun per November 2019. Angka gagal bayar dan defisit keuangan tersebut, membuat BPK meyakini, kasus korupsi Jiwasraya, berdampak sistemik gigantik. Karena melibatkan 17 ribu investor, dan 7 juta nasabah.

Dalam proses penyidikan hukum dugaan korupsi itu, pun Kejakgung kerja keras dengan meneliti sedikitnya 5.500 transaksi pembelian dan pengalihan saham Jiwasraya yang dituding ilegal. Sampai saat ini, proses penyidikan masih terus berjalan.

photo
Liku-Liku Jiwasraya

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement