REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tetap berlaku per Januari 2020. Penyesuaian iuran tetap berlaku meski anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak kenaikan premi kelas III dan merekomendasikan subsidi silang iuran.
"Masyarakat supaya memahami bahwa sudah ada jalan keluar walaupun tidak bisa sepenuhnya memuaskan. Iuran kelas III tetap disesuaikan karena itu juga ada di undang-undang (UU)," ujarnya saat ditemui di kantornya, di Kemenko PMK, di Jakarta, Selasa (21/1).
Ia menjelaskan, pemerintah sudah menetapkan skema, yaitu peserta JKN-KIS kelas III yang mengiur akan ditelusuri. Kemudian yang memang memenuhi syarat untuk dimasukkan menjadi penerima bantuan iuran (PBI) maka nanti ditetapkan sebagai PBI.
Karena itu, ia menyebutkan pihak Kementerian Sosial (Kemensos) sedang merapikan dan membersihkan inclusion error dalam data PBI. Ia menegaskan, peserta yang tidak berhak menerima bantuan iuran tetapi selama ini dia dapat bantuan iuran akan keluarkan kemudian diganti dengan peserta kelas III yang terbukti tidak mampu.
Sejauh ini, ia menyebutkan pendataan Kemensos sudah hampir selesai. "Dari sekitar 30 juta peserta rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang belum tinggal sekitar 6 juta. Saya belum cek lagi ke mebteri sosial, nanti dalam waktu dekat saya undang untuk memastikan," ujarnya.
Ia menyebutkan, sejauh ini belum ada kuota penambahan untuk PBI. Sebab, ia menyebut PBI yang ditanggung pemerintah pusat sudah tertulis.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (Republika)
Disinggung mengenai rekomendasi DPR bahwa ada surplus PBI untuk subsidi kelas III, ia membantahnya. Ia menjelaskan, uang iuran PBI sebenarnya tidak mengalami surplus.
"Kalaupun ada kelebihan uang, sebaiknya untuk membangun infrastruktur kesehatan yang memungkinkan mereka untuk bisa mendapatkan layanan kesehatan yang selayaknya," ujarnya.
Tak hanya itu, pihaknya berencana membenahi standar kelas kepesertaan dan cakupan layanan kesehatan secara optimal. Sehingga nantinya tidak semua jenis penyakit atau kasus harus di cover 100 persen oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pihaknya akan memilih jenis penyakit mana saja yang hisa ditanggung.
Ia menegaskan, upaya-upaya itu harus dilakukan karena terjadi penyimpangan (fraud) dalam JKN-KIS akibat tidak adanya standar dan akibatnya semua penyakit ditanggung BPJS Kesehatan. Padahal JKN di seluruh dunia ada standar maksimum.
"Jadi tidak semua penyakit ditanggung negara, tetapi juga tidak boleh ada kelompok yang tidak ter-cover layanan ini," katanya.
Sebelumnya Komisi IX DPR RI sepakat menolak kenaikan iuran Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal itu diutarakan saat rapat dengar pendapat di DPR, Senin (20/1).
“Kalau memang sekarang belum ada jawaban, buat apa rapat kerja? Daripada rakyat berharap banyak tetapi tidak ada hasil. Untuk apa? BPJS adalah jaminan kesehatan untuk rakyat, bukan asuransi. Kalau setiap tahun terjadi defisit, ini hal wajar, bukan selalu menjadi alasan dalam penanganan masyarakat,” ujar anggota Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning dari PDI Perjuangan.