REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu tim hukum PDI Perjuangan (PDIP), Maqdir Ismail mengaku tak mengetahui keberadaan politikus PDIP Harun Masiku yang juga tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Sebab, kata Maqdir, dia bukan penasehat hukum pribadi Harun.
"Saya enggak tahu Harun karena saya bukan penasehat hukumnya Harun," ujar Maqdir di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (19/1).
Sementara itu, apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil pihak PDIP, tim hukum PDIP akan melihat siapa dan hubungannya dengan kasus suap tersebut. Apakah orang PDIP yang dipanggil itu berkaitan dengan sangkaan KPK atau tidak.
Maqdir mengaku belum ada komunikasi lebih lanjut dengan PDIP terkait langkah selanjutnya yang akan ditempuh. Setelah tim hukum PDIP mendatangi Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Kamis (16/1) lalu.
"Kami sudah ke Dewas tapi belum ada apa-apa. Saya kira nantilah yah, kita belum fix apa yang hendak kita lakukan ini kan pembicaraan mengenai ini terus kita lakukan," lanjut Maqdir.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri meyakini tersangka kasus dugaan suap proses pergantian antarwaktu anggota DPR RI, Harun Masiku akan kembali ke Indonesia. Diketahui caleg dari PDIP itu masih buron hingga kini.
"Sebagaimana pengalaman saya sebagai Deputi Penindakan KPK bila ada tersangka yang kabur ke luar negeri pasti akan kembali," kata Firli di Gedung KPK Jakarta, Jumat (17/1) malam.
"Karena apa? Karena pelaku koruptor itu berbeda dengan pelaku pembunuhan yang siap tidur di hutan dan juga pelaku teror. Kalau pelaku korupsi akan berapa uang negara yang dia bawa, akan kembali ke Indonesia. Tinggal kita meminta bantuan aparatur penegak hukum khususnya Polri karena mereka punya jejaring," terangnya.
Sampai hari ini, lanjut Firli, penyidik tetap melakukan pencarian dan berupaya untuk melakukan penangkapan terhadap Harun. Menurut Firli, KPK juga sudah menandatangani permohonan bantuan pencarian dengan aparat penegak hukum, termasuk meminta bantuan dengan jalur-jalur diplomatik untuk mencari keberadaan Harun.
Pada Kamis (9/1), KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024. KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP Harun Masiku, serta seorang swasta bernama Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.