Rabu 15 Jan 2020 04:22 WIB

Ini Kata Sosiolog Soal Kemunculan Keraton Agung Sejagat

Keraton Agung Sejagat adalah sebuah kelompok yang dibentuk oleh Totok Santosa

Keraton Agung Sejagat.
Foto: Tangkapan Layar Youtube.
Keraton Agung Sejagat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemunculan Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah, mendapat perhatian banyak pihak. Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis mengatakan mencari alternatif harapan di tengah situasi kehidupan adalah salah satu penyebab dari beberapa faktor yang menyebabkan orang mengikuti kelompok seperti Keraton Agung Sejagat.

"Ini bukan proses tiba-tiba. Ini pasti proses yang panjang, saya yakin bisa bulanan bahkan bisa tahunan. Dia bisa mulai dari keluarga, dari istri, anak, kemudian teman anaknya, tetangganya," kata Rissalwan di Jakarta, Selasa (14/1).

Baca Juga

Keraton Agung Sejagat adalah sebuah kelompok yang dibentuk oleh Totok Santosa Hadiningrat di Kabupatan Purworejo, Jawa Tengah. Dia sendiri dipanggil sebagai Sinuwun dengan istrinya mendapat panggilan Kanjeng Ratu.

Masyarakat mulai membicarakan keberadaan keraton itu usai kelompok bentukan Totok menggelar wilujengan dan kirab budaya. Keterangan sementara terdapat sekitar 450 orang yang menjadi pengikut keraton yang mengklaim sebagai kekaisaran dunia dan merupakan penerus Kerajaan Majapahit.

Menurut Rissalwan, proses politik dan ekonomi mungkin berpengaruh terhadap masyarakat yang berada di akar rumput dan membuat mereka mencari harapan di tempat lain. "Di bawah ini mereka mencari alternatif-alternatif lain dan itu suatu hal yang wajar. Jadi itu bercampur baur dengan orang yang mungkin punya keyakinan bahwa dia punya akses supranatural tertentu," katanya.

Selain itu, kata dia, ada kemungkinanpendiri Keraton Agung Sejagat juga ikut mencampur konteks historis dan budaya sebagai bungkus untuk menarik pengikut. Hal itu diikuti dengan konteks supranatural saat kelompok itu mengaku sebagai penerus dinasti Majapahit dan menjadi pemilik kekuasaan tertinggi di dunia.

Pola pembentukannya sendiri, kata Rissalwan, serupa dengan pendiri aliran kepercayaan baru yang sempat menghebohkan Indonesia seperti kelompok LIa Eden dan Gafatar, yang bahkan sempat memiliki ribuan pengikut.

Yang membedakan kelompok Totok dengan pendahulunya, kata dia, adalah tidak mengklaim unsur agama tapi menggunakan metode formal seperti pembentukan kerajaan, keraton atau negara. Sampai saat ini kepolisian setempat masih mendalami alasan berdirinya keraton itu, meski wakil dari kelompok tersebut membantah mereka adalah aliran sesat yang bisa meresahkan masyarakat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement