REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati budaya dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Prihantoro menanggapi perubahan nomenklatur yang menghilangkan Direktorat Kesenian, Sejarah dan Cagar Budaya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Ia berharap, nomenklatur tersebut bisa mencakup pemajuan kebudayaan di Indonesia secara lebih luas.
Ia mengatakan, pada prinsipnya meski Direktorat Kesenian, Sejarah, dan Cagar Budaya dihilangkan namun sesuai dengan Permendikbud nomor 45 Tahun 2019 akan digantikan dengan direktorat baru. Direktorat Perlindungan Kebudayaan serta Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan diharapkan bisa meningkatkan pengelolaan kebudayaan secara lebih menyeluruh.
"Saya kira, bidang sejarah, seni, dan cagar budaya masuk di Direktorat Perlindungan Kebudayaan dan Direktorat Pemanfaatan Kebudayaan. Sehingga masih diwadahi keberadaannya," kata Fahmi, ketika dihubungi Republika, Senin (13/1).
Direktorat baru ini diharapkan bisa lebih luas mencakup pemajuan budaya benda dan tak benda. Sebelumnya, budaya benda dan tak benda pengelolaan dan pengembangannya masih berjalan sendiri-sendiri.
Padahal, ia mengatakan, pada dasarnya kebudayaan tidak bisa dipisahkan antara benda dan budaya yang melingkupinya. Sementara selama ini, keduanya diurus secara terpisah sehingga tidak memberikan hasil pengelolaan kebudayaan yang terbaik.
Cagar budaya, kata dia tidak bisa hanya dilestarikan saja namun harus dimanfaatkan. Proses pemanfaatan tersebut harus berdasarkan konteks dengan manusia dan budaya pendukung sebuah cagar budaya tersebut.
"Saya pribadi berharap, penyatuan ini akan berdampak lebih baik bagi pemajuan kebudayaan kita," kata dia lagi.