Kamis 09 Jan 2020 16:37 WIB

Biaya Visum Korban Kekerasan akan Ditanggung Pemerintah

Kementerian PPPA akan menangani perempuan dan anak korban kekerasan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana menanggung biaya visum et repertum dan pengobatan yang dijalani perempuan dan anak korban kekerasan. Selama ini, biaya visum sebagai dokumen resmi untuk laporan kepolisian dan pengobatan terhadap korban kekerasan, baik kekerasan seksual atau psikis, tidak dibiayai oleh BPJS Kesehatan. Merujuk pada Pereturan Presiden (Perpres) nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, luka akibat kekerasan tidak dikategorikan sebagai penyakit.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendapat persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait hal itu. Presiden, ujar Bintang, memberi lampu hijau kepada Kementerian PPPA untuk mengisi kekosongan dalam hal pembiayaan visum dan pengobatan luka korban kekerasan.

Baca Juga

Anggaran untuk penanggungan visum dan pengobatan luka korban kekerasan, ujar Bintang, salah satunya bisa melalui Dana Dekonsentrasi di Kementerian Kesehatan ataupun Dana Alokasi Khusus. Tak hanya itu, Kementerian PPPA juga mendapat tambahan tugas pokok dan fungsi untuk melakukan penanganan terhadap korban kekerasan. Sebelumnya, Kementerian PPPA dibatasi tugasnya untuk sinkronisasi kebijakan.

"Di sana ada payung hukumnya adalah terkait dengan penanganan kasus kekerasan. Dan dengan tambahan tugas fungsi, kami (Kementerian PPPA) bisa melakukan (pembayaran biaya visum). Kalau kemarin, kami kan melanggar UU," kata Bintang usai menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kamis (9/1).

Bintang menambahkan bahwa Presiden Jokowi memahami betul bahwa Kementerian PPPA memerlukan cakupan tugas dan fungsi yang luas, tak sekadar koordinasi kebijakan. Hal itu didasari terus meningkatnya jumlah laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Presiden pun, ujar Bintang, memberi ruang untuk revisi Perpres nomor 59 tahun 2015 tentang Kementerian PPPA. Dalam revisi tersebut, tugas pokok dan fungsi Kementerian PPPA akan ditambah kewenangan dalam menangani korban kekerasan.

"Jadi tugas dan fungsinya tidak hanya koordinatif saja, tapi ke depan bisa melaksanakan implementasi pelaksanaan," kata Bintang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement