REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pemerintah Kota (Pemkot) Depok telah menetapkan bencana banjir yang terjadi di wilayah Kota Depok pada Rabu (1/1) menjadi status tanggap darurat dengan dikeluarkan Surat Keputusan Wali Kota Depok Nomor: 433/01/kpts/DPKP/Huk/2020. Masa tanggap darurat berlaku selama selama 14 hari, yakni sejak 1 Januari hingga 14 Januari 2020.
"Kami telah menyiapkan anggaran tanggap darurat bencana sebesar Rp 20 miliar. Anggaran tersebut masuk dalam Biaya Tidak Terduga (BTT) 2020," ujar Wali Kota Depok, Mohammad Idris, usai rapat keputusan tanggap darurat bencana di Balai Kota Depok, Kamis (2/1).
Menurut Idris, dengan ditetapkannya status tanggap darurat bencana alam, sesuai dengan ketentuan, pihaknya bisa menggunakan anggaran tersebut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. "Termasuk menggunakannya untuk keperluan barang dan jasa selama masa darurat," ucapnya.
Idris menjelaskan, status tanggap darurat dikeluarkan berdasarkan laporan dan hasil pengkajian cepat, setelah terjadi bencana banjir, tanah longsor, dan angin kencang di Kota Depok. Bencana tersebut tidak hanya mengakibatkan korban jiwa tiga orang meninggal, tetapi juga kerugian harta benda dan kerusakan infrastruktur.
"Anggaran tanggap bencana ini hanya untuk infrastruktur yang non-permanen, seperti membuat tanggul, penyediaan tenda darurat, dapur umum, bantuan obat-obat, serta makanan dan minuman, untuk keperluan pengungsi korban bencana," jelas Idris.
Idris melanjutkan, sedangkan untuk infrastruktur permanen, seperti penurapan dan pembangunan bronjong tetap menjadi prioritas. Namun, penggunaan anggaran harus melalui proses lelang karena bersifat jangka panjang.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) dan Penyelamatan Kota, Gandara Budiana, ditunjuk sebagai Komandan Tim Tanggap Darurat Bencana Alam di Kota Depok. "Tim ini akan segera berkoordinasi dan menginstruksikan kepada perangkat daerah terkait dan lembaga daerah lainnya dalam upaya melakukan langkah-langkah penangganan tanggap darurat bencana alam di Kota Depok," pungkas Idris.