Kamis 26 Dec 2019 14:01 WIB

Membebaskan WNI dari Hukuman Mati

Pemerintah perlu memperhatikan potensi WNI terjerat hukuman mati di luar negeri.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Indira Rezkisari
  TKI asal Jawa Barat yang divonis hukuman mati di Arab Saudi, Darsem binti Dawud Tawar (tengah) bersama keluarganya saat tiba di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (13/7). Sebanyak 165 TKI atau WNI terancam hukuman mati di luar negeri.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
TKI asal Jawa Barat yang divonis hukuman mati di Arab Saudi, Darsem binti Dawud Tawar (tengah) bersama keluarganya saat tiba di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (13/7). Sebanyak 165 TKI atau WNI terancam hukuman mati di luar negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya menilai Pemerintah harus memperbaiki sistem dan mekanisme langkah-langkah pembebasan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di luar negeri. Ada 165 WNI terancam hukuman mati.

Willy menegaskan dalam kasus-kasus hukum yang dihadapi WNI di luar negeri memang pemerintah harus lebih berhati-hati. "Penghormatan terhadap kedaulatan hukum negara lain perlu menjadi pertimbangan. Apalagi negara-negara yang belum memiliki perjanjian kerja sama bilateral dengan Indonesia," kata Willy dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/12).

Baca Juga

Dia menilai membebaskan WNI dari tuntutan hukum di luar negeri memang rumit. Sehingga perlu cermat melihat budaya hukum negara yang bersangkutan sambil tetap menghormati kedaulatan negara tersebut.

Menurut dia, untuk negara-negara yang memiliki perjanjian kerja sama dengan Indonesia, tidak bisa semena-mena. Apalagi berhubungan dengan negara yang tidak memiliki perjanjian dengan Indonesia.

"Namun demikian langkah pemerintah untuk membebaskan WNI dari tuntutan hukum di luar negeri masih perlu diperbaiki. Utamanya menurut dia adalah soal kewenangan dan koordinasi," ujarnya.

Dia menilai batas tanggung jawab dan kewenangan sering kali menjadi masalah kecepatan dan ketepatan bergerak ketika melakukan upaya pembebasan WNI dari jeratan hukuman mati. Hal itu menurut dia menjadi catatan tersendiri yang muncul pada IHPS I Tahun 2018 sehingga perlu diperiksa lagi apakah sudah ada langkah perbaikan yang nyata atau belum.

Willy menilai WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri harus dilihat dalam bingkai yang lebih komprehensif. Sehingga perlu perbaikan terhadap kondisi tersebut juga dilakukan di bagian hulu.

photo
Foto tenaga kerja wanita (tkw) yang terancam hukuman mati di uni Emirat, BNP2TKI Jakarta, Rabu (6/5). (ANTARA/Wahyu Putro A)

"Untuk sampai ke luar negeri itu pencatatan sudah dimulai dari desa/kelurahan, kota, provinsi dan seterusnya. TKI tidak terdokumentasi pun sebenarnya bisa terlacak jika pendataan penduduk sudah benar dan dengan pendekatan yang lebih partisipatif melibatkan masyarakat," katanya.

Dia menilai untuk tindakan preventif, perlu perbaikan juga di sisi dalam negeri. Sehingga langkah pemerintah dalam kasus WNI yang terjerat hukum di luar negeri tidak seperti memadamkan kebakaran.

Willy berharap pemerintah secara serius memperhatikan potensi-potensi yang dapat membuat WNI terjerat kasus hukum hingga hukuman mati di luar negeri.

Menurut dia, pasca-pembebasan Siti Aisyah yang terancam hukuman mati karena dituduh membunuh Kim Jong Nam di Malaysia, Maret 2019, masih ada sekitar 165 WNI yang menghadapi tuntutan mati di berbagai negara.

"Kasus Siti Aisyah yang menjadi sorotan karena melibatkan keluarga politisi tinggi negara Korea misalnya ternyata pemerintah mampu membebaskan. Kita harus meyakini pemerintah juga mampu berupaya maksimal untuk pembebasan hukuman mati WNI lainnya," katanya.

Dia menegaskan bahwa DPR akan berusaha sama keras dengan pemerintah, untuk memberi dukungan yang diperlukan dalam langkah membebaskan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.

Hampir setengah dari tahanan yang menghadapi jerat hukuman mati di Malaysia adalah warga negara asing. Warga Nigeria menjadi mayoritas dan warga Indonesia terbanyak kedua.

Menurut sebuah laporan yang dirilis Amnesti Internasional Malaysia (AIM), sebanyak 568 warga asing dari 43 negara terancam hukuman mati pada Februari tahun ini. Warga Nigeria mencapai 21 persen dari orang asing yang dijatuhi hukuman mati, diikuti oleh orang Indonesia (16 persen), Iran (15 persen), India (10 persen), Filipina (delapan persen) dan Thailand (enam persen).

photo
Suasana rumah duka Tuti Tursilawati TKI yang dihukum mati di Arab Saudi di kediamannya di Desa Cikeusik, Majalengka, Jawa Barat, Jumat (2/11/2018).

Tahun lalu, Kementerian Luar Negeri Indonesia memaparkan berhasil menyelamatkan 278 WNI yang terancam hukuman mati. Dalam data yang diperbarui, hingga Agustus 2019 sebanyak 479 WNI telah berhasil dibebaskan dari hukuman mati.

Upaya membebaskan WNI yang akan dihukum mati tidak mudah. Di Arab Saudi misalnya tidak ada kewajiban bagi pemerintah setempat untuk mengabari KBRI jika ada WNI akan dihukum mati.

Mantan kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengatakan, dari dahulu Arab Saudi tak pernah memberi tahu bila akan melaksanakan hukuman mati kepada TKI asal Indonesia. Alasannya kedua negara tak terikat atau belum menandatangani perjanjian yang terkait tentang kewajiban melaporkan kepada negara asal bila ada warga negaranya melakukan tindak pidana di negara tempatan.

''Jadi, memang dari dulu tak ada laporan. Kedua belah pihak tak ada kewajiban hukum. Ini karena Indonesia dan Arab Suadi belum menandatangani perjanjian 'Mandatory Consular Notification Agreement' (MCNA). Hal yang sama juga terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Jadi, memang tak ada aturan hukum yang mengikat antara kedua negara,'' kata Jumhur Hidayat.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai pemberlakuan hukuman mati sebenarnya tak tepat untuk kejahatan apa pun. Ia mengatakan, pada banyak studi yang dilakukan hukuman mati tidak memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan.

Ia berpendapat, hukuman mati adalah keputusan yang sangat kejam dan merendahkan martabat manusia. Oleh sebab itu, hukuman mati semestinya tidak dilakukan karena dianggap tidak manusiawi.

Saat ini, kata Usman, negara-negara lain sudah akan menghapuskan hukuman mati. Bahkan, ada yang sudah tidak lagi menerapkan hukuman mati. Angka kejahatan di negara-negara tersebut pun tidak mengalami peningkatan. Usman menjelaskan, total negara yang tidak menerapkan hukuman mati yakni 143.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement