Jumat 20 Dec 2019 16:35 WIB

Kajian Lingkungan Forest City Ibu Kota Baru Rampung Desember

40 persen lahan ibu kota baru akan menjadi area hijau.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Mobil yang membawa Presiden Joko Widodo melewati jalan berlumpur saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Mobil yang membawa Presiden Joko Widodo melewati jalan berlumpur saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk konsep forest city ibu kota baru di Kalimatan Timur akan rampung akhir tahun ini. Kajian tersebut mencakup seluruh detail konsep dan teknis pembangunan forest city ibu kota baru dan menjadi pedoman pembangunan fisik kota pada medio 2020.

Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal KLHK Laksmi Wijayanti, mengatakan, kajian tersebut telah dimulai pada September lalu. Dasar dibuatnya kajian itu sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo agar keanekaragaman hayati yang terdapat di wilayah ibu kota baru tetap terjaga.

Baca Juga

"Tema forest city akan direalisasikan dengan konsep modern dengan lingkungan ekosistem hutan hujan tropis khas Kalimantan. Kami akan pastikan semua unsur keberlanjutan pembangunan terpenuhi," kata Laksmi dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (20/12).

Ia memaparkan, dari total luas kawasan yang disediakan sebesar 256 ribu hektare, 40 persen di antaranya merupakan area hijau yang menjadi wilayah konservasi. Area tersebut dijadikan wilayah konservasi karena hingga saat ini menjadi tempat habitat satwa liar.

Meski demikian, KLHK belum dapat memastikan seberapa besar kebutuhan biaya untuk membangun sebuah forest city dalam ibu kota negara. Sebab hal itu akan dipengaruhi oleh banyak aspek, baik kebutuhan modal pembangunanya maupuna aspek sosial dan budaya setempat.

"Kami akan mencari cara agar pembangunan kota dengan konsep ini sangat efisien sehingga minim biaya. Dampak risiko juga kita kaji sehingga kita bisa peroleh data dan informasi yang menjadi basis masterplan," ujarnya.

Sebagai informasi, sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di kalimatan Timur yang dipilih menjadi wilayah ibu kota baru memiliki hutan sekunder yang produktif sebagai hutan tanaman. Sebagian wilayahnya juga termasuk area hutan lindung yang memiliki konservasi tinggi untuk menjaga keseimbangan ekosistem. 

Namun, Laksmi mengakui bahwa situasi lingkungan di Kalimantan Timur secara umum dalam kondisi kronis. Kondisi itu dipicu oleh kegiatan penambangan batubara maupun industri lainnya yang selama ini kurang memperhatikan aspek lingkungan.

Seiring dengan bakal dibangunnya ibu kota negara, menurut Laksmi bukan berarti bakal memperparah ekosistem lingkungan setempat. Justru dengan adanya pembangunan pemerintah memiliki intervensi yang lebih untuk ikut memulihkan lingkungannya dengan konsep modern.

"Dengan ada pembangunan ibu kota negara kita mau pulihkan. Jangan dibayangkan kita akan bangun ibu kota seperti di Jakarta," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement