Ahad 15 Dec 2019 15:23 WIB

Saut: Bukan Soal Hukuman Mati, Tapi Akar Korupsi

Saut menilai koruptor tidak mempunyai ideologi.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan hal yang paling penting dari pemberantasan korupsi bukanlah soal hukuman mati atau tidak. Menurut Saut, apabila ingin pemberantasan korupsi bisa berkelanjutan atau sustainable maka harus dilihat dari akar masalahnya.

"Kalau kita mau sustain, penyakit yang endemik ini diakibatkan oleh apa? Kalau kita mau sustain, kita harus bahas dari sana dulu," kata Saut, dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Ahad (15/12).

Baca Juga

Ia menjelaskan, hal mendasar yang menjadi penyebab korupsi adalah para koruptor ini tidak memiliki ideologi. Ideologi Pancasila yang sudah ada tidak diimplementasikan oleh mereka sehingga muncul kebiasaan korupsi.

Sebagai penegak hukum, mestinya melihat ideologi yang diterapkan di Indonesia. Ia menjelaskan, di dalam Pancasila ada sila yang menyebutkan 'keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia'.

Namun, ada juga sila yang menyebutkan 'kemanusiaan yang adil dan beradab'. Kedua sila tersebut harus diterapkan di dalam kehidupan bernegara.

Terkait hukuman mati untuk koruptor, Saut berpendapat setiap kasus memiliki keunikannya masing-masing. Oleh sebab itu, hukuman mati tidak bisa semata-mata langsung dilakukan. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan apabila akan menerapkan hukuman tersebut.

Ia menegaskan, penegak hukum harus mendalami setiap kasus dan melihatnya secara detail. Saut menjelaskan, sering kali untuk Undang-undang yang sama akan berbeda akhirnya bagi tiap orang.

"Dilihat dulu kasusnya, ada orang yang menyesali perbuatannya. Ada yang tidak menyesali perbuatannya. Kalau yang tidak menyesali bila perlu dia kali dia dihukum mati. Makanya, tiap kasus itu unik," kata dia.

Ia pun berpesan, kepada pemerintah agar tidak terjebak dalam retorika soal hukuman paling berat yakni hukuman mati. Menurut Saut, pembahasan soal itu hanyalah hal yang sifatnya menarik mata dan perhatian masyarakat saja.

Selain itu, ia juga mencontohkan di negara-negara yang tingkat korupsinya rendah sudah tidak membahas mengenai hukuman mati. Sebab, hukuman mati ternyata tidak berpengaruh dengan jumlah kejahatan yang dilakukan.

Di negara-negara yang korupsinya rendah tersebut, kata Saut justru membahas mengenai hal-hal kecil seperti bagaimana antarsopir saling menyogok di pelabuhan, dan sebagainya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement