REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono menyarankan Dewan Pengawas KPK akan lebih baik diisi oleh mantan pimpinan KPK. "Kalau (Dewas) itu datang dari mantan pimpinan KPK, kami percaya mereka-mereka ini memahami apa yang di dalam dan memang melakukan sesuatu yang serupa. Jadi memang tentu lebih baik kalau datang dari mantan pimpinan," ujar Giri di Jakarta, Kamis.
Namun, sebetulnya melihat kewenangan pro justisia yang akan dijalankan oleh Dewas, menurut Giri, yang paling penting sebenarnya bukan dari mantan pimpinan atau tidak, tapi harus berintegritas. "Sebab, Dewas organ baru di KPK. Dan organ baru ini akan memberi izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Maka butuh orang-orang yang integritasnya bagus," ujar dia.
Kalau nanti izin pro justisia diberikan, harus dipastikan operasi itu tidak boleh bocor karena. Kalau bocor beberapa detik sebelum operasi dilakukan, maka operasi tangkap tangan (OTT) KPK akan bubar. "Karena nomor dan penyadapan itu sangat sensitif. Bisa saja dalam hitungan detik itu membubarkan OTT," kata Giri.
Calon yang cocok menjadi Dewas KPK juga harus imparsial, walaupun dia dipilih oleh presiden untuk pertama kali, tidak boleh berpihak pada salah satu kepentingan, karena mereka bekerja untuk keadilan penegakan hukum.
Giri mengatakan, simbol penegakan hukum itu berupa dewi keadilan yang menggunakan penutup mata. Artinya, penegak hukum tidak boleh melihat siapa yang menugaskan dia di sana dan memang ada kepentingan apa di sana, sehingga independensi pun bisa terjaga.
"Jadi KPK ke depan sangat bergantung pada imparsialitas, independensi, dan prinsip keadilan yang KPK lakukan tadi," ujar Giri.
Saat ditanya tentang harapannya setelah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang revisi UU KPK berlaku, Giri mengatakan, sebetulnya ia masih berharap KPK menang dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Jika memang akhirnya uji materi UU KPK ditolak MK, ia pun berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mau mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang KPK. "Karena memang dampak utamanya sangat besar," ujar dia.