Kamis 12 Dec 2019 00:02 WIB

Lima Fokus Isu Ekonomi Partai Demokrat dalam Pidato SBY

SBY pada Rabu malam menyampaikan pidato refleksi akhir tahun.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato refleksi akhir tahun 2019 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (11/12).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato refleksi akhir tahun 2019 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (11/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato refleksi pergantian tahun, Rabu (11/12) malam. Dalam pidatonya, SBY menyampaikan lima isu ekonomi yang jadi fokus utama Partai Demokrat.

"Pertama, menyangkut pertumbuhan ekonomi, kedua, pengangguran dan lapangan kerja, ketiga, daya beli dan perlindungan sosial untuk rakyat. Keempat, kebijakan fiskal termasuk utang negara. Kelima, rencana pemindahan dan pembangunan ibu kota baru," kata SBY, di JCC, Jakarta.

Baca Juga

Untuk isu yang pertama, SBY mengatakan, bahwa Demokrat sepakat dengan Presiden Jokowi bahwa angka pertumbuhan pada tingkat 5 persen bukanlah sesuatu yang buruk. Menurutnya yang terpenting, sasaran pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan untuk tahun 2020 sebesar 5,3 persen dapat dicapai.

"Jika ekonomi kita tumbuh rendah, di bawah 6 persen misalnya, lapangan pekerjaan baru memang sulit didapat. Penghasilan dan daya beli rakyat sulit ditingkatkan. Angka kemiskinan juga tak mudah untuk diturunkan," ujarnya.

Untuk isu terkait pengangguran dan lapangan kerja, Demokrat  menyambut baik upaya pemerintah dalam mengatasi pengangguran. Salah satu yang diapresiasi SBY yaitu program Kartu Pra Kerja yang ada dalam APBN 2020.

"Ini sebuah inisiatif yang baik," tutur SBY.

Namun, SBY menggarisbawahi bahwa program dengan anggaran Rp 10 triiliun tersebut jangan sampai tidak dikelola dengan baik. Ia juga berharap agar program tersebut tidak memunculkan isu sosial di antara sesama pencari kerja, pelaksanaannya harus benar-benar transparan dan akuntabel.

"Diharapkan tidak salah sasaran, dan bebas dari kepentingan politik pihak manapun," harapnya.

Untuk fokus isu ekonomi ketiga, SBY juga menyoroti daya beli dan perlindungan sosial untuk masyarakaat. SBY memandang kesulitan ekonomi, termasuk lemahnya daya beli masyarakat adalah kenyataan yang ditemukam di lapangan.

"Penurunan daya beli ini juga ditandai oleh perlambatan penjualan retail, penurunan penjualan mobil dan motor serta perlambatan konsumsi makanan. Juga ditandai oleh tekanan terhadap upah riil petani dan pekerja konstruksi," ujarnya.

Demokrat pun mendukung anggaran perlindungan sosial yang ada dalam APBN yang jumlahnya sebesar 372,5 triliun rupiah. Anggaran tersebut menurutnya cukup besar, meskipun tidak sebesar anggaran untuk pembangunan infrastruktur.

"Kami tidak setuju kalau ada yang berpendapat anggaran ini disebut pemborosan. Bahkan ada yang berpendapat lebih baik digunakan saja untuk menambah biaya infrastruktur. Justru pembelanjaan yang terlalu tinggi, too much spending dalam pembangunan infrastruktur, dan menomorduakan pembangunan manusia, menurut kami tidak tepat dan tidak adil," ucapnya.

Kemudian, terkait isu ekonomi yang keempat yaitu berkaitan dengan kebijakan fiskal, SBY mengatakan, bahwa Partai Demokrat mengingatkan agar pengelolaan fiskal dan penambahan utang baru ini benar-benar cermat dan tepat. Menurutnya, jika tekanan terhadap ekonomi kita cukup berat, risiko pelarian modal ke luar negeri (capital outflow) sangat mungkin terjadi.

"Menambah utang baru tentu bukan satu-satunya solusi. Memberikan beban kepada rakyat, utamanya golongan kurang mampu, untuk menambah penerimaan negara juga tidak bijaksana. Sebaliknya, mengurangi atau menunda pembelanjaan pemerintah tidak tabu untuk dilakukan. Yang penting, yang dikurangi janganlah anggaran yang menyangkut hajat hidup rakyat kita yang pokok," jelasnya.

Terakhir terkait isu pemindahan ibu kota, SBY mengatakan, bahwa pada prinsipnya setuju dengan rencana tersebut. Namun, ia mengingatkan agar pemindahan ibu kota tidak hanya sebatas membangun infrastruktur.

"Demokrat yakin, pemerintah sangat tahu bahwa membangun sebuah ibu kota hakikatnya adalah membangun kehidupan, membangun sistem, bukan sekadar membangun infrastruktur fisik."

Presiden keenam RI itu mengingatkan, bahwa pembangunannya juga memerlukan biaya yang sangat besar dan jangka waktu yang tidak singkat. Oleh karena itu, Demokrat mengingatkan agar perencanaan strategis pemerintah benar-benar disiapkan dengan seksama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement