Selasa 10 Dec 2019 02:51 WIB

Kepala LIPI Ungkap Strategi Rekrut Diaspora Peneliti

LIPI sejak 2018 sudah melakukan perekrutan dengan metode CPNS.

Dua peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan proses pembuatan bioplastik berbahan baku tandan kelapa sawit di Laboratorium Kimia LIPI Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (30/4/2019).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Dua peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan proses pembuatan bioplastik berbahan baku tandan kelapa sawit di Laboratorium Kimia LIPI Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (30/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Strategi menarik diaspora peneliti Indonesia kembali ke tanah air adalah dengan berburu mencari dan tidak bisa hanya menunggu, kata Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko.

"Kesulitan utamanya adalah bahwa kalau kita ingin menarik orang bagus itu harus hunting, bukan menunggu," ujar Handoko ketika ditemui dalam diskusi perihal ekosistem riset untuk diaspora peneliti di Gedung LIPI, Jakarta Selatan pada Senin (10/12).

Jika itu tidak dilakukan, menurut dia, dan apabila lembaga-lembaga hanya menunggu maka yang akan datang adalah pencari kerja dengan kemampuan yang tidak sesuai dengan yang dicari.

Dalam permasalahan diaspora peneliti, LIPI sejak 2018 sudah melakukan perekrutan dengan metode CPNS. Sejauh ini sudah 27 orang peneliti yang tadinya berkarya di luar negeri akhirnya bekerja di lembaga penelitian negara itu.

Pada tahun ini, sudah ada 12 orang peneliti diaspora yang mendaftarkan diri melalui jalur CPNS dari 93 formasi yang disediakan, menurut data Kepala Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia LIPI Heru Santoso.

Untuk meningkatkan jumlah peneliti diaspora yang kembali, selain membangun ekosistem riset yang bagus, berbagai pihak harus mencari orang dengan talenta yang memiliki kualifikasi baik dan kemudian diajak untuk kembali ke tanah air.

Meski ingin merekrut lebih banyak diaspora peneliti Indonesia untuk kembali, Kepala LIPI menegaskan tidak ada perbedaan perlakuan untuk peneliti diaspora dan yang berasal dari universitas dalam negeri.

"Saya tidak ingin melakukan diskriminasi antara S3 lulusan dalam maupun luar negeri. Tidak boleh. Kalau sudah masuk pun kita tidak melakukan pembedaan perlakuan," ujar Handoko.

Mengenai insentif, kata dia, baik peneliti lulusan luar negeri maupun universitas dalam negeri akan dinilai melalui kinerja dan bukan asal almamater. Pengukuran akan dinilai dari prestasi agar memicu kompetisi menghasilkan riset terbaik.

Menurut data LIPI, saat ini Indonesia hanya memiliki 301.885 sumber daya manusia iptek yang terdiri dari dosen, peneliti dan perekayasa dengan 1.280 peneliti di antaranya telah menempuh pendidikan S3.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement