REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid mengatakan usulan perubahan sistem pemilihan presiden (pilpres) tidak bisa dibahas dalam dialog singkat. Menurutnya, jika usulan Ketua PBNU Said Aqil Siradj presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu atas nama organisasi, maka harus dibahas lewat Muktamar.
"Menurut saya pembicaraan sepenting ini harus dibicarakan di Muktamar. Karena ini menyangkut kepentingan seluruh rakyat. Tidak boleh dibahas di rapat harian atapun konferensi besar," katanya saat ditemui Republika di kediamannya, Sabtu (30/11).
Pria yang akrab disapa Gus Sholah ini menyampaikan, usulan perubahan pilpres harus dibahas dalam forum resmi seperti Muktamar, karena usulan ini menyangkut kepentingan umum. Apalagi, masih banyak pihak yang menginginkan presiden dipilih langsung daripada di MPR
"Sejumlah pihakkan tetap menginginkan pemilihan langsung. Yang saya baca istana kemudian PP Muhammadiyah tapi ujungnya kan ini DPR, MPR dan beberapa partai-partai," katanya.
Untuk itu, kata dia, alangkah bijaksananya siapa pun yang menyampaikan usulan ini harus sudah melakukan kajian secara mendalam. Bukan disampaikan dalam obrolan biasa lalu disampaikan kepada media.
Kepada Republika, Gus Sholah menyampaikan bagaimana kelebihannya pilpres dilakukan secara langsung yang memberikan kesempatan kepada semua orang yang dinilai mampu memimpin. Ia mencotohkan, jika pilpres dilakukan melalui MPR, maka pada 2004, Susilo Bambang Yudhoyono tidak akan jadi preiden.
"Akan tetapi Megawati yang jadi presiden kalau dipilih melalui MPR. Kalau Gubernur dipilih DPRD Jokowi enggak jadi Gubernur Jakarta dan dia enggak jadi presiden kan gitu logikanya, Ahok enggak jadi Gubernur Jakarta Anies juga enggak jadi," katanya.
Sehingga, kata Gus Sholah, pilpres secara langsung itu memungkinkan orang-orang terbaik muncul kepermukaan sebagai pemimpin negara. Untuk itu, dia mengusulkan, daripada memunculkan isu presiden dipilih MPR, lebih baik diusulkan tidak ada
ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen, sehingga semua partai bisa mengusung calonya masing-masing.
"Untuk presiden saya setuju langsung tetapi tidak ada batasan 20 persen setiap partai yang punya wakil di DPR berhak mengajukan calon. Itu berhak tidak harus," katanya.
Gus Sholah mengaku setuju demi menekan biaya politik yang tinggi dan menjerumuskan Bupati dan Walikota korupsi, maka Bupati dan Walikota dipilih oleh DPRD. Sementara Gubernur dan Presiden tetap dipilih oleh rakyat secara langsung.
Gus Sholah mengatakan, memang masih perlu diklarifikasi pernyataan Ketua PBNU terkait usulan presiden dipilih oleh MPR itu berdasarkan hasil rapat pengurus PBNH atau Munas alim ulama tahun 2012. Karena usulan pemilihan presiden oleh MPR itu berdasarkan hasil Munas alim ulama tahun 2012 sudah ada yang membantah.
"Menurut saya Munas pun tidak cukup kuat karena masalah ini terlalu besar, terlalu penting. Sehingga harus dibicarakan di Muktamar," katanya.