Selasa 26 Nov 2019 19:56 WIB

Korban First Travel Surati Presiden dan KY Laporkan Kasus

Korban First Travel menyampaikan laporan siapa oknum di balik kasus.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Salah satu korban First Travel, Sri Nurwati (kiri) teriak histeris usai sidang gugatan perdata First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (25/11).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Salah satu korban First Travel, Sri Nurwati (kiri) teriak histeris usai sidang gugatan perdata First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Jamaah korban First Travel akan menerima apa pun yang menjadi keputusan di Pengadilan Negeri Depok. Gugatan perdata yang diajukan korban mengatasnamakan jamaah korban First Travel (Pajak FT) akan diputus 2 Desember 2019 

Salah satu korban jamah yang tergabung di Pajak FT, Zuherial bin Rozali, mengatakan, seusai hakim menunda gugatan perdata, jamaah sepakat akan mengirim surat kepada presiden dan Komisi Yudusial (KY). Surat ini dikirim untuk membongkar siapa saja aparat yang bermain curang dalam kasus First Travel.  

Baca Juga

"Kami ingin Bapak Presiden membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk membongkar mafia aparat kasus First Travel," kata Zuheri saat ditemui Republika.co.id, Selasa (26/11). 

Zuherial yang juga purnawirawan Polri ini mengatakan, surat kepada Presiden Joko Widodo telah dikirim dan sudah diterima Sekretaris Negara di Deputi Pengaduan Masyarakat. Surat telah dikirim 18 September 2019. "Kami harap Bapak Presiden Jokowi segera merespons surat kami dengan membentuk TGPF," katanya.  

Menurut Zuherial, kasus ini perlu dibentuk TGPF karena selama proses penyidikan banyak kejanggalan dan penyidik tidak transparan dalam masalah aset. 

Sehingga, kata dia, membuat aset First Travel banyak yang hilang dan tidak terpantau oleh jamaah sebagai korban. Zuherial mencontohkan yang dimaksud banyak kejanggalan dalam proses penyidikan itu, di mana aset First Travel yang disita tidak sesuai dengan yang tercatat di dalam berkas perkara pemeriksaan (BAP). 

Mulai dari BAP saksi atau korban sampai BAP para tersangka bos First Travel Andika Surachman, Annisa Hasibua, dan Kiki Hasibuan. "Misalnya aset-aset First Travel yang disita penyidik sudah berganti kepemilikan. Seharusnya jika barang bukti sudah disita tidak bisa lagi diserahkan kepada pihak lain. Di sinilah menurut saya diduga ada keterlibatan oknum aparat," katanya.

Contoh lain, kata dia, kejanggalan dalam proses penyidikan adalah aset berupa uang hasil temuan PPATK sebesar Rp 7,4 miliar saat proses penyidikan juga hilang. "Kejanggalan seperti ini harus diungkap oleh Bapak Presiden melalui TGPF," katanya.

Sementara itu, kata Zuherial, surat untuk Komisi Yudisial (KY) belum dikirim. Jamaah masih menunggu hasil putusan perdata yang akan dibacakan 2 Desember. Zuherial memastikan, jamaah sudah tidak mempermasalahkan lagi perihal aset yang menurut putusan pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi dirampas untuk negara.

Sekarang semua jamaah ingin pemerintah segera memberangkatkan ke Tanah Suci setelah aset First Travel dilelang. "Jika aset First Travel setelah dilelang ternyata kurang, menjadi kewajiban negara harus menambah kekurangannya," katanya. 

Zuherial mengaku sudah membayar lunas paket umrah sebesar Rp 84 juta untuk lima orang. Meski demikian, nilai uang itu jauh lebih besar dikeluarkan selama memperjuangkan haknya bolak balik Palembang, Jakarta, Depok. “Kalau dihitung dengan uang yang sudah disetor ke First Travel saya sudah rugi hampir Rp 100 jutaan,” katanya.

Ali Yusuf

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement