REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan sampai saat ini belum ada pembahasan terkait penambahan masa jabatan presiden dalam rencana amendemen UUD 1945. Menurutnya sampai saat ini MPR masih menjaring aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat.
"Jadi terkait dengan wacana jabatan presiden tiga kali, sampai detik ini kita belum pernah membahasnya baik di tingkat pimpinan maupun di partai," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11).
Namun menurutnya tidak menutup kemungkinan jika nantinya mayoritas masyarakat menginginkan hal tersebut. Hal itu tergantung dari dinamika yang ada di masyarakat.
"Bahwa ada wacana jabatan presiden tiga kali ya biasa aja itu tidak boleh dibunuh. Biarkan saja itu berkembang kita melihat respon masyarakat bagaimana. Ini kan tergantung aspirasi masyarakat," tuturnya.
Ia mengungkapkan sampai saat ini belum ada satu pun fraksi yang mengusulkan wacana tersebut. Menurutnya wacana tersebut berkembang secara informal.
"Yang pasti tugas kami disini adalah menjalankan rekomendasi MPR sebelumnya, yang disampaikan Pak Zul tadi amendemen terbatas tentunya menghadirkan GBHN," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menilai memperpanjang masa jabatan MPR tak ada urgensinya. Lagipula menurutnya sampai saat ini belum ada pembatasan sampai sejauh itu.
"Belum ada sampai sekarang. Sekali lagi ini kan penyempurnaan yang terbatas, jadi tidak sampai kepada perpanjangan masa jabatan presiden," ujar Syarief kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11).
Ia menyebut isu memperpanjang masa jabatan presiden hanya selentingan saja. Ia memastikan terkait hal itu tidak ada dalam agenda. Menurutnya, dua periode yang masing-masing lima tahun dianggap sudah cukup.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Menurut Dasco di era reformasi seperti saat ini dua periode masa jabatan dinilai cukup.
"Iya belum ada urgensi untuk memperpanjang (masa jabatan presiden) sampai tiga kali," tutur wakil Ketua DPR tersebut.