Senin 18 Nov 2019 11:11 WIB

KPK Periksa Mantan Mendagri Gamawan Fauzi

Gamawan diperiksa sebagai saksi kasus korupsi di pembangunan kampus IPDN

Mantan Mendagri Gamawan Fauzi (tengah)
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Mantan Mendagri Gamawan Fauzi (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (18/11) memeriksa mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Pemeriksaan Gamawan terkait penyidikan kasus korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan gedung kampus IPDN Provinsi Sulawesi Utara pada Kemendagri Tahun Anggaran 2011.

Gamawan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dudy Jocom (JC) selaku Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011. "Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DJ terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung kampus IPDN Provinsi Sulawesi Utara pada Kemendagri TA 2011," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (18/11).

Baca Juga

Selain Gamawan, KPK juga memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka Dudy. Keduanya staf PT Hutama Karya masing-masing Mohamad Anas dan Hari Prasojo. KPK pada 10 Oktober 2018 telah menetapkan tiga tersangka kasus korupsi dalam pembangunan dua gedung IPDN di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.

Sebelumnya, KPK juga telah memproses dugaan korupsi pada pembangunan dua gadung IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Pada 2010, tersangka Dudy Jocom melalui kenalannya diduga menghubungi beberapa kontraktor kemudian memberitahukan akan ada proyek IPDN.

Selanjutnya dilakukan pertemuan di sebuah kafe di Jakarta. Diduga sebelum lelang dilakukan telah disepakati pembagian pekerjaan, yaitu PT Waskita Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Selatan dan PT Adhi Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Utara. Diduga terkait pembagian proyek ini, Dudy Jocom dan kawan-kawan meminta fee sebesar tujuh persen. Pada September 2011, pemenang lelang ditetapkan kemudian Dudy Jocom dan kontraktor menandatangani kontrak proyek.

Pada Desember 2011, meskipun pekerjaan belum selesai, Dudy Jocom diduga meminta pembuatan berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk proyek IPDN Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Tujuannya agar dana dapat dibayarkan.

Pada kasus pembangunan IPDN Sulawesi Selatan di Kabupaten Gowa Tahun Anggaran 2011 ditetapkan dua tersangka antara lain Dudy Jocom (JC) selaku Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011 dan Adi Wibawo (AW) sebagai Kepala Divisi Gedung atau Kepala Divisi I PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Sementara pada kasus kedua terkait pembangunan IPDN Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2011 juga ditetapkan dua tersangka, yakni Dudy Jocom dan Dono Purwoko (DP) selaku Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Dari kedua proyek tersebut, diduga negara mengalami kerugian total sekurangnya Rp 21 miliar yang dihitung dari kekurangan volume pekerjaan pada dua proyek tersebut. Dengan rincian proyek pembangunan Kampus IPDN di Sulawesi Selatan sekitar Rp 11,18 miliar dan proyek pembangunan Kampus IPDN di Sulawesi Utara sekitar Rp 9,378 miliar.

Sebelum penentuan pemenang lelang, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan review hasil lelang pengadaan gedung IPDN di empat lokasi di daerah Tahun Anggaran 2011. Hasilnya terdapat kelemahaan dalam proses pengadaan pada syarat grade 7. Selain itu, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berpendapat bahwa syarat grade 7 itu bersifat diskriminatif.

Dugaan kerugian negara untuk dua proyek pembangunan IPDN Iainnya adalah provek pembangunan Kampus IPDN di Agam, Sumatera Barat, sekitar Rp 34,8 miliar. Juga proyek pembangunan Kampus IPDN di Rokan Hilir, Riau, sekitar Rp 22,11 miliar. Total dugaan kerugian negara untuk pembangunan empat gedung kampus IPDN tersebut adalah sekitar Rp 77,48 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement