REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan omnibus law bukan suatu produk aturan yang baru atau asing. Omnibus law hanya peraturan untuk mensinkronkan berbagai aturan yang selama ini mengatur satu bidang yang sama dalam aspek yang berbeda.
"Istilah omnibus law, bagi banyak orang, bahkan di parlemen sekalipun tidak dipahami secara utuh, dianggap itu satu peraturan baru yang asing," kata menteri pertahanan era Presiden KH Abdurrahman Wahid itu, usai memimpin rapat antarkementerian dan lembaga terkait omnibus law di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (13/11).
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu mencontohkan aturan tentang investasi yang selama ini diatur dalam banyak regulasi, seperti di Kementerian Perindustrian, Bea Cukai, hingga Pajak. Dengan demikian, aturan tentang investasi perlu dibuat omnibus law.
"Menteri perindustrian memberi izin. Orang mau investasi, selesai di perindustrian? Belum kata bea cukai, belum kata pajak, belum kata ini. Jadi pintunya terlalu banyak, dibuat omnibus law," jelasnya.
Jadi, Mahfud meminta masyarakat tidak menanggap omnibus law sebagai sesuatu yang aneh atau asing. Sebab, omnibus law hanyalah metode pembuatan undang-undang.
"Itu metode pembuatan UU untuk mengatur banyak hal dalam satu paket, itu namanya omnibus law, agar tidak tumpang tindih dan tidak membuat macet. Kan investasi sekarang macet karena aturannya banyak," katanya.
Ia menegaskan seluruh kementerian dan lembaga diundang untuk menyepakati soal omnibus law karena mereka tidak boleh lagi bekerja sendiri-sendiri. "Justru mereka dikesinikan agar tidak keberatan. Tidak boleh sendiri-sendiri lagi karena sekarang tidak ada visi kementerian, tapi yang ada visi Presiden," kata Mahfud.