REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil riset yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA mendapati tingkat kepercayaan publik kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih tinggi dibanding Presiden. LSI melakukan survei tersebut setelah pilpres rampung dilaksanakan atau pada September 2019.
Berdasarkan hasil survei tersebut, tingkat kepercayaan publik kepada lembaga antirasuah itu sebesar 85,7 persen. Sedangkan, tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Joko Widodo sebesar 75,2 persen. Artinya, ada selisih besaran tingkat kepercayaan 10,5 persen antara KPK dan Presiden.
Kendati demikian, tingkat kepercayaan terhadap KPK cenderung berkurang jika dibanding sebelum pelaksanaan Pilpres 2019. Berdasarkan survei yang dilakukan LSI pada Juli 2018, sebesar 89 persen masyarakat percaya bahwa lembaga antirasuah tersebut bekerja untuk kepentingan rakyat.
Peneliti LSI Denny JA Adjie Alfaraby mengatakan, turunnya tingkat kepercayaan publik terhadap KPK turut dipengaruhi atas penetapan Inspektur Jendral Firli Bahuri sebagai ketua KPK yang baru oleh Komisi III DPR RI. Revisi Undang-Undang Nomor 30 tentang KPK, sambung Adjie, juga menyumbang menciutnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK.
"Saya pikir untuk saat ini memang berpengaruh terhadap trust KPK yang menurun. Artinya, kan itu kombinasi dari banyak faktor," kata Adjie di Jakarta, Rabu (13/11).
Tak hanya KPK, Mahkamah Konstitusi (MK) juga mengalami penurunan tingkat kepercayaan publik. Adjie mengatakan, 76,4 persen masyarkat masih percaya pada MK pada Juli 2018.
Namun, dia melanjutkan, tingkat kepercayaan itu menurun menjadi 70,2 persen seusai pelaksanaan pemilihan kepala negara pada 2019 lalu. "Mereka yang tidak percaya bahwa MK bekerja untuk kepentingan rakyat cenderung naik dari 10 persen saat prapilpres menjadi 17,4 persen pascapilpres 2019," katanya.
Menurut Adjie, pemerintah perlu menyikapi serius penurunan yang terjadi di beberapa lembaga negara tersebut. Dia mengimbau agar jangan sampai kemampuan lembaga negara untuk menjaga, bahkan mengembalikan tingkat kepercayaan itu semakin mengerdil sehingga terus merosot.
Sebelumnya, survei dilakukan dua kali, yakni sebelum dan setelah pelaksanaan pemilihan presiden 2019 lalu. Survei-survei tersebut dilakukan terhadap 1.200 populasi pemilih nasional di 34 provinsi dengan metode wawancara langsung. Riset memiliki margin of error sekitar 2,9 persen.
Adjie mengatakan, adanya pengurangan tingkat kepercayaan itu juga disebabkan masifnya narasi negatif pada Pilpres 2019. Dia menilai, kampanye negatif yang menyerang kredibilitas aneka lembaga termasuk presiden itu beredar di publik baik dalam bentuk pernyataan tokoh tertentu maupun bahan kampanye yang diedarkan.