REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Atraksi yang ditampilkan dalam ajang Festival Way Kambas yang rutin digelar Pemerintah Kabupaten Lampung Timur, telah menyakiti gajah-gajah Way Kambas. Gajah-gajah tersebut dipaksa bermain untuk memuaskan penonton dan ditengarai hal itu menyakiti dan melukai satwa dilindungi tersebut.
Masyarakat Anti-Sirkus Hewan Indonesia (MASHI) menolak aktivitas Festival Way Kambas yang masih melibatkan satwa dilindungi gajah hanya untuk memuaskan pengunjung, namun menyakiti gajah tersebut. Menurut MASHI, pelibatan dengan cara mengeksploitasi gajah untuk gelaran festival tersebut tidak tepat.
“Berdasarkan pemantauaan kami pada Festival Way Kambas tahun 2017 dan 2018, kami menemukan gajah dengan luka di kepala yang disebabkan pengait yang digunakan oleh pawang,” kata Koordinator Aksi MASHI Raihan Sabri Zainal dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Kamis (7/11).
Tindakan yang mengeksploitasi gajah dalam festival tahunan tersebut, tidak sesuai dengan tujuan pelindungan kepada satwa seperti gajah. MASHI menolak keras pelibatan, pengeksploitasian dan penyiksaan gajah hanya untuk memuaskan pengunjung pada festival yang sama akan digelar pada 9 – 10 November 2019.
Berdasarkan pengamatan, gajah-gajah yang dijadikan obyek eksploitasi festival mengalami penyiksaan selama festival, meskipun hal tersebut dilakukan pawang. Untuk mendorong keinginan tersebut, sejumlah aktivis MASHI menggelar aksi penolakan dan eksploitasi serta penyiksaan terhadap gajah-gajah Way Kambas di Bundaran Tugu Adipura Pusat Kota Bandar Lampung, Kamis (7/11). Aksi tersebut mengusung topik “Selamatkan Gajah Way Kambas”, “Jangan Teruskan Eksploitasi Gajah Way Kambas”, “Because The Deserve to be Free”, “Say No to Circuses They are not Entertainers”.
Raihan mengatakan, aksi yang digelar tersebut meminta agar tidak ada lagi eksploitasi dan penyiksaan gajah pada Festival Way Kambas 2019. Menurut dia, atraksi dengan menampilkan pawang berdiri di kepala gajah yang ditampilkan pada Festival Way Kambas tahun-tahun sebelumnya, juga berisiko tinggi yang menyebabkan gajah cedera atau luka. “Kepala gajah tidak diperuntukkan menanggung beban manusia dewasa yang berdiri di atasnya,” ujarnya.
Atraksi gajah lainnya yang ditampilkan selama festival Way Kambas, ia mengatakan juga menunjukkan bahwa mamalia besar yang dilindungi tersebut dipaksa menampilkan perilaku yang tidak alami bagi mereka, hanya untuk menghibur pengunjung. Menurut dia, tidak ada lagi atraksi gajah dipaksa bermain hula hoop, berdiri dengan dua kaki dan dua kaki lainnya diangkat untuk bermain hula hoop. Selain itu, gajah tidak diperbolehkan lagi memberi tumpangan, juga meminta uang kepada pengunjung. Bahkan gajah tidak boleh berpose agar pengunjung dapat mengambil foto selfie.
MASHI meminta kepada Balai Taman Nasional Way Kambas dan Bupati Lampung Timur, agar menghentikan penyiksaan gajah selama Festival Way Kambas yang akan berlangsung pada tahun ini. Ia berharap Festival Way Kambas dapat menjadi event wisata yang ramah pada gajah, pengunjung dapat menikmati pemandangan yang gajah dapat berperilaku secara alami di habitatnya.