REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam meyakini politik identitas akan berlanjut pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020. Bahkan di pilkada nanti ia menduga tren politik identitas menguat.
"Saya sendiri tidak begitu yakin pak Prabowo masuk ke kabinet kemudian politik identitas polarisasi itu akan berhenti. Kekuatan ini masih ada dan akan mencari simbol kepemimpinan yang baru untuk mengintensifkan kekuatan politik mereka," kata Khoirul Umam, di Jakarta, Kamis (7/11).
Bagaimana pun juga, menurut dia, realitas politik yang terjadi di pesta demokrasi 2019 menjadi etalase eksploitasi politik identitas.
"Artinya apa yang terjadi besok itu tidak bisa kemudian dipisahkan dengan realitas yang kemarin. Pasti ada rangkaian dan implikasi dari proses kemarin meskipun tidak tentu sama," katanya.
Akibat polarisasi di 2019, simbol-simbol politik di Indonesia menyadari bahwa politik identitas itu menjadi instrumen yang sangat ampuh dan murah untuk memobilisasi massa dan suara. "Jadi karena ini murah dan bisa dilakukan karena marketnya ada, maka yang terjadi ya akan terus digoreng," ucap Ahmad Khoirul.
Sebenarnya politik identitas, kata dia, hanya berlaku pada masyarakat dengan tingkat religius yang tinggi. Kemudian tingkat pendidikan yang rendah dan tingkat ekonomi yang tidak begitu mapan.
"Di situlah politik identitas akan berjalan, identitas bukan hanya agama, tapi ras, suku, dan sebagainya. Ini yang perlu diantisipasi agar masyarakat tidak lagi terbawa dalam politik identitas," ujarnya.