Senin 04 Nov 2019 20:17 WIB

Koalisi Save KPK Sayangkan tak Ada Perppu KPK

Masyarakat dinilai kecewa demgan tak adanya perppu KPK.

Rep: Febryan/ Red: Muhammad Hafil
Selembar kain hitam yang menutupi logo KPK tersibak saat berlangsungnya aksi dukungan untuk komisi anti rasywah itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Selembar kain hitam yang menutupi logo KPK tersibak saat berlangsungnya aksi dukungan untuk komisi anti rasywah itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Koalisi Save KPK menilai keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) atas UU KPK adalah indikasi kuat bahwa pemerintah selama ini tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

"Masyarakat pasti kecewa karena beberapa waktu lalu sempat bilang mempertimbangkan Perppu. Memang selama ini terlihat pelemahan KPK ini disponsori pemerintah dan DPR," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam dikusi bertajuk 'Presiden Tidak Menerbitkan Perppu, Komitmen Anti Korupsi Pemerintah Dipertanyakan' yang digelar di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Ahad (3/11).

Baca Juga

Revisi atas Undang-Undang Nomor (UU) KPK Nomor 30 Tahun 2002 dilakukan pemerintah bersama DPR pada 10 September lalu setelah Jokowi mengeluarkan surat presiden (Supres) untuk menyetujui proses pembahasan. Hasilnya, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disahkan pada 17 September. Tepat sebulan berlalu, 17 Oktober, UU tersebut resmi berlaku.

Dilihat dari prosesnya, ujar Kurnia, Jokowi sebenarnya memiliki banyak kesempatan untuk menolak merevisi UU KPK. Salah satunya dengan tidak menerbitkan Supres. "Tapi Jokowi tidak lakukan itu," ucapnya.

Indikasi kedua, lanjut Kurnia, adalah dengan tetap dilangsungkannya pembahasan meski tanpa melibatkan institusi KPK. Termasuk dengan tak dihiraukannya masukan dari publik. "Padahal banyak tokoh sudah ingatkan bahwa revisi itu bermaslah, baik secara formil maupun substansinya," kata Kurnia.

Indikasi ketiga, sambung Kurnia, dengan tidak diterbitkannya Perppu KPK. Padahal akhir September lalu ribuan mahasiswa di berbagai daerah sudah menggelar aksi demonstrasi menolak UU KPK hasil revisi. Bahkan menyebabkan lima nyawa melayang.

Terlebih lagi, kata dia, Jokowi sudah menyebut akan mempertimbangkan Perppu setelah menerima kunjungan tokoh lintas bidang pada akhir September. "Ternyata kan tetap Perppu itu tidak dikeluarkan," kata Kurnia lagi.

Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, sangat menyesalkan keputusan Jokowi tidak menerbitkan Perppu KPK. "Padahal sudah banyak guru besar yang mengingatkan. Itu sudah indikasi kuat siapa yang mau KPK dilemahkan," katanya.

Keputusan Jokowi untuk tidak mengeluarkan Perppu KPK itu disampaikan saat berbicang dengan awak media di Istana Mereka, Jakarta, pada Jumat (1/11) lalu. Ia mengaku tak perlu mengeluarkan Perppu saat UU KPK itu sendiri masih diuji di MK.

Penerbitan Perppu KPK sudah didesak berbagai kalangan selama satu bulan terakhir lantaran UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK sebagai hasil revisi atas UU Nomor 30 tahun 2002 dinilai sangat melemahkan lembaga antirasuah itu. Di antaranya dengan diletakkannya KPK di bawah rumpun kekuasaan eksekutif, dibentuknya dewan pengawas dan dipangkasnya keweangan KPK dalam penangaan kasus.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement