Ahad 03 Nov 2019 17:24 WIB

Uncen: Pemprov Papua Minta Kajian Pemekaran Jadi 7 Provinsi

Usulan pemekaran menjadi tujuh provinsi lebih sedikit dari rencana pemerintah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ratna Puspita
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kiri), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kedua kiri) dan Gubernur Papua Lukas Enembe (kanan).
Foto: Antara/Gusti Tanati
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kiri), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kedua kiri) dan Gubernur Papua Lukas Enembe (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Cendana (Uncen) menyatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua menghendaki pembagian pemerintahan di daerah tersebut terbagi ke dalam tujuh daerah tingkat satu. Pembagian pemerintahan menjadi tujuh provinsi tersebut sesuai dengan wilayah suku adat masyarakat asli yang ada di seluruh Papua.   

Rektor Universitas Cenderawasih (Uncen) Apolo Safonpo mengatakan, Gubernur Lukas Enembe sudah meminta perguruan tinggi negeri di Jayapura itu untuk melakukan kajian pemekaran Bumi Cenderawasih menjadi lima provinsi di Papua, dan dua provinsi di Papua Barat. Apolo mengatakan, Uncen sudah menyiapkan tim kajian tersebut sebelum wacana pemerintah pusat membentuk dua provinsi baru di Papua.

Baca Juga

“Jadi kajian ini memang penting dilakukan untuk dijadikan alasan akademis dalam pemerintah mengambil keputusan nantinya. Kami di Uncen sudah menyusun tim untuk mengkaji pemekaran ini,” ujar dia saat dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Ahad (3/11).

Apolo pun merespons rencana pemerintah pusat memekarkan Papua menjadi dua provinsi tambahan. Jumlah dua provinsi itu lebih sedikit ketimbang yang diusulkan oleh gubernur Papua. 

Apolo menerangkan Uncen melihat wacana pemekaran Papua dan Papua Barat, diperlukan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan, dan ekonomi bagi masyarakat setempat. Karena itu, sebagai akademisi, ia khawatir, pembentukan dua provinsi baru di Papua akan menimbulkan kecemburuan sosial.

Ia mengatakan hal itu akan menjadi persoalan baru bagi masyarakat di Papua. “Mungkin saja pemerintah pusat sudah mempertimbangkan berbagai aspek. Tetapi, kalau (hanya) satu atau dua (yang dimekarkan), kita takutkan nanti ada kecemburuan sosial,” terang Apolo.

Ia menduga pertimbangan pemerintah untuk memekarkan menjadi dua provinsi tambaan, yani memperpendek rentang kendali pemerintahan di daerah demi mendekatkan pelayanan publik dan luasnya wilayah yang membutuhkan langkah strategis pengkisan geografis. Untuk itu, ia menyarankan, pemerinta pusat juga mempertimbangan aspek kesatuan adat yang ada di Papua dan Papua Barat.

Pekan lalu, Ketua Bidang Rumah Tangga Majelis Rakyat Papua (MRP) Dorince Meheu juga menyuarakan pembagian wilayah Papua dan Papua Barat ke dalam tujuh provinsi. Perwakilan perempuan adat suku Tabi itu mengatakan, tak tepat jika pemerintah membentuk provinsi baru di Papua hanya mengacu pada letak geografis dan administratif. 

Dorince setuju jika pemekaran mengacu pada pembagian tujuh wilayah adat. Tujuh wilayah adat tersebut antara lain, Papua Tabi, Anim Ha, Saire Ri, Me Pago, La Pago.

Lima wilayah adat tersebut yang seharusnya menjadi provinsi masing-masing di Papua. Sedangkan di Papua Barat ada dua wilayah, Momberay, dan Domberay yang seharusnya menjadi provinsi terpisah.

“Tidak ada Papua Selatan, Papua Tengah. Kalau mau dimekarkan, itu Papua Tabi, Papua Anim Ha. Itu ada lima (wilayah adat) di Papua, dan dua di Papua Barat. Kalau mau dimekarkan, itu jadi ada tujuh,” kata Dorince.

Namun, Dorince menegaskan, apapun wacana pemekaran tersebut agar pemerintah pusat maupun di daerah menghormati keberadaan MRP sebagai lembaga yang mengambil keputusan dan rekomendasi terkait pemekaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement