Ahad 27 Oct 2019 14:35 WIB

Serikat Buruh Banten Desak Kenaikan UMP 9,31 Persen

Kenaikan upah yang disepakati Kemenaker sebesar 8,51 persen.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja beraktivitas di area pabrik pembuatan girder kereta cepat di Kopo, Kota Bandung, Senin (8/7).
Foto: Republika/Abdan Syakura
Pekerja beraktivitas di area pabrik pembuatan girder kereta cepat di Kopo, Kota Bandung, Senin (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG--Serikat buruh Banten mendesak Pemerintah Provinsi Banten agar menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada angka 9.31 persen. Jumlah ini lebih besar dari angka kenaikkan UMP yang ditetapkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sebesar 8,51 persen melalui surat edarannya.

Hal ini dijelaskan ketua DPD Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Banten, Redi Darmana yang menyebut bahwa angka tersebut merupakan upah layak bagi pekerja di Banten. Adapun angka 9,31 persen mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Banten terkait inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Baca Juga

"Kita ingin diangkat menjadi 9,31 persen itu dari data BPS yang mengatakan bahwa jumlah Inflasi dan PDRB itu di angka 9,31. Karena kan kehidupan itu ngga bisa disama ratakan, meskipun pemerintah menyatakan itu nasional tapi kehidupan layaknya masyarakat setiap Provinsi berbeda-beda," ucap Ketua DPD FSPI Banten, Redi Darmana, Kamis (24/10).

Menurutnya, usulan ini sebenarnya sudah disampaikan jajaran serikat pekerja dalam rapat Dewan Pengupahan Provinsi Banten beberaa waktu lalu. Namun rapat tersebut belum menghasilkan kesepaakatan apapun dan hanya menampung pendapat dari pihak Serikat buruh dan Asosiasi pengusaha.

Redi meyakini bahwa Gubernur Banten akan mengikuti angka kenaikan upah yang ditetapkan Menaker sebesar 8,51 persen. Karenanya, dirinya mengaku akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan para buruh di delapan Kabupaten/Kota di Banten terkait tindakan lanjutan dari serikat buruh atas masalah ini.

"Dari tahun ke tahun kita melawannya dengan aksi unjuk rasa atau melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tapi kita akan lakukan kajian dulu dan rapat bersama buruh meski saat ini belum ditentukan waktunya. Jadi kumpul dulu, rapat dulu. Karena udah pasti mereka (Provinsi) pakai PP Nomor 78 sama surat edaran itu udah pasti," jelasnya.

Sementara Wasekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ahmad Muhit mengaku kenaikan UMP ini jelas akan memberatkan pengusaha, namun pihaknya mengklaim akan mengikuti aturan mengenai kenaikkan upah yang telah ditentukan pemerintah.

“Kalau regulasi kita tetap berpedoman pada PP 78 dan juga SE Menaker. Kan kalau aturan kita nggak bisa nolak. Tapi bagi pengusaha menengah ke bawah itu sangat berat untuk menaikan upah dengan kondisi yang cukup besar saat ini. Namun, pada akhirnya kita akan tetap ikuti aturan yang berlaku,” katanya.

Menurutnya kenaikan ini bisa berdampak pada banyaknya pengusaha yang akan pindah usaha dari Banten. Hal ini disebabkan para pengusaha jelas akan mencari daerah yang UMP-nya lebih rendah dari Banten.

“Namanya usaha kan nyari kenyamanan, profit, dan saya yakin kalau terus menerus naik sementara jaminan usaha belum ada maka dipastikan banyak pengusaha yang lari. Lalu dari sisi produktivitas, kesungguhan usaha, daya saing kalau itu lemah semua maka akan tutup,” jelasnya.

Menanggapi terkait kenaikkan UMP ini, Gubernur Banten Wahidin Halim menyebut bahwa jika ketentuan dari pemerintah pusat terkait UMP sudah dibuat, maka dirinya hanya perlu mengikutinya.

"Memang saya harus mengikuti siapa, kalau enggak ikut pemerintah. Sudah konvensinya begitu, kan tiap tahun disepakati, kenaikan sekian. Tinggal hitung-hitungan aja dari tahun ke tahun," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement