Selasa 22 Oct 2019 18:46 WIB

Oknum Polisi Penembak Demonstran Tetap Dipidana Umum

Ada enam oknum polisi yang diperiksa.

Rep: Ali Mansur/ Red: Muhammad Hafil
Anggota kepolisian mengangkat peti jenazah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Aji Nur Rohman, ke ke dalam mobil ambulans saat akan dibawa menuju Bandara Haluoleo, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (27/2).
Foto: Antara/Jojon
Anggota kepolisian mengangkat peti jenazah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Aji Nur Rohman, ke ke dalam mobil ambulans saat akan dibawa menuju Bandara Haluoleo, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), AKBP Harry Goldenhardt menegaskan bahwa kasus penembakan demonstran yang diduga dilakukan oleh oknum kepolisian diproses secara hukum. Tidak hanya menghadapi sidang disiplin internal tapi juga tidak bisa lepas jerat hukum pidana umum.

Maka dengan demikian, kata Harry, saat ini ada dua proses pemeriksaan yang tengah berjalan dalam kasus ini. "Ada dua proses yang berjalan, pertama proses internal yang dilakukan oleh tim Propam Mabes Polri. Kedua ada proses penyelidikan dan penyidikan atas meninggalnya almarhum, oleh bareskrim dan ditreskrim Polda Sultra," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (22/10).

Baca Juga

Saat ini, lanjut Harry, ada enam oknum terperiksa yang diduga tidak mematuhi perintah pimpinan dan menyalahi standar operasional prosedur (SOP) dalam pengamanan aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu. Keenam oknum ini diduga membawa senjata api dan sekarang sedang dalam proses persidangan. Meskipun nantinya mereka dikenakan saksi, tapi tetap ada diproses secara pidana.

"Jadi proses sidang disiplin ini apapun keputusannya dan ini bersifat internal, tidak menghentikan proses penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh bareskrim," tegas Harry

Oleh karena itu, Harry meminta, agar masyarakat tidak berpikiran jika sudah dikenakan sanksi disiplin maka akan oknum kepolisian tersebut lolos dari jeratan pidana. Namun harus berdasarkan dua alat bukti dan scientific investigasi. Jika dalam penyelidikan dan penyidikan menunjukkan ada peristiwa pidana yang dilakukan, maka akan diproses diperadilan umum.

"Kalau untuk uji balistik, saat ini kan dilakukan oleh laboratorium forensik Mabes Polri kita masih menunggu saya juga belum dapat nanti itu akan diumumkan sendiri oleh laboratorium forensik Mabes Polri," terang Harry.

Sebelumnya, dalam aksi unjuk rasa ribuan massa mahasiswa gabungan menolak RUU KUHP dan menolak revisi UU KPK dari sejumlah perguruan tinggi serta pelajar digelar di Kota Kendari, Sultra, Kamis (26/9). Namun aksi demontrasi tersebut berujung rusuh. Bahkan kerusuhan antara para demonstran dan apara kepolisian itu menyebabkan dua orang meninggal dunia. Keduanya diduga dua ditembak oleh oknum anggota Polri yang membawa senjata api.

Adapun kedua peserta unjuk rasa itu Randi (21), mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Halu Oleo (UHO) dinyatakan meninggal dunia akibat luka tembak di dada sebelah kanan. Sedangkan korban Muh Yusuf Kardawi (19) meninggal dunia setelah menjalani operasi akibat luka serius di bagian kepala di RSUD Bahteramas pada Jumat (27/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement