REPUBLIKA.CO.ID, Selalu ada tindakan heroik di balik sebuah kejadian kelam. Itulah yang mungkin dilakukan Yason Yikwa dan Titus Kogoya saat Wamena dilanda kerusuhan pada Senin, 23 September lalu.
Nama keduanya terhitung dari banyak nama lain yang mungkin melakukan tindakan serupa setelah Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengganjar keduanya dengan penghargaan, akhir pekan lalu. "Mereka ini menjadi pelopor perdamaian. Upaya heroik mereka patut diapresiasi setinggi-tingginya," kata Agus.
Lalu, tindakan apa yang mereka ambil saat situasi mencekam meneror warga seantero pegunungan tengah? Senin menjelang siang, aksi unjuk rasa pelajar Wamena akibat perkataan rasial seorang guru disambut warga asli dengan tindakan anarkis.
Kerusuhan pun meluas di Ibu Kota Jayawijaya, Papua. Massa yang marah meluapkan emosinya kepada siapa pun yang bukan orang Wamena. Rumah, pertokoan, bahkan bangunan sekolah dibakar. Para pendatang mengungsi ke mana pun yang bisa menyelamatkan nyawanya.
Pendeta itu, Yason Yikwa, datang menyambut. Lelaki 52 tahun itu membantu mengevakuasi sekitar 300 warga pendatang ke Gereja Baptis Panorama di Phike. Situasi makin mencekam ketika perusuh mengepung gereja itu. Mereka meminta agar warga di dalam gereja segera keluar. Yason bergeming. Ia tetap berusaha mempertahankan warga.
Warga Desa Dokoku, Distrik Kubiki, Jayawijaya, itu pun menemui para perusuh dan bernegosiasi. Atas negosiasi tersebut, ratusan pendatang yang bersiap di pelataran Gereja Baptis Panorama akhirnya keluar tanpa gangguan.
Warga berkumpul di posko keamanan di Desa Honelama 2, Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Sabtu (12/10/2019).
Secara bersamaan, di Kampung Mawampi, Distrik Wesaput, Jayawijaya, Titus Kogoya bersama para pemuda setempat mengadang para perusuh yang hendak masuk ke kampungnya. Sudah jelas para perusuh itu mengincar warga pendatang dalam Kampung Mawampi.
Pegawai negeri sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten Tolikora itu kemudian mengamankan warga pendatang di rumahnya. Sebanyak 80 pengungsi dipastikan aman dalam rumah tersebut. Titus mengatakan, sebagian besar warga pendatang sudah seperti saudaranya sendiri.
"Mereka bergerak membantu warga tanpa memandang suku, agama, dan ras. Bahkan, ia rela mengorbankan nyawanya untuk keselamatan warga," kata Agus.
Pemberian penghargaan Pelopor Perdamaian itu menjadi salah satu rangkaian acara peringatan HUT ke-10 Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang diselenggarakan di Yogyakarta, 14-17 Oktober. Menurut Agus, satu dasawarsa TKSK merupakan momentum penguatan pelaksanaan layanan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan. n antara ed: ilham tirta