Sabtu 19 Oct 2019 12:56 WIB

KPK Geledah Kantor Dinas PU Medan

penggeledahan ini dilakukan pasca ditetapkannya Wali Kota Medan sebagai tersangka.

Pegawai Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemkot Medan melintas di depan ruangan kantor bidang Drainase PU yang disegel KPK, di Medan, Sumatera Utara, Rabu (16/10/2019).
Foto: Antara/Septianda Perdana
Pegawai Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemkot Medan melintas di depan ruangan kantor bidang Drainase PU yang disegel KPK, di Medan, Sumatera Utara, Rabu (16/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Setelah melakukan penggeledahan di kantor Wali Kota Medan Jumat (18/10), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga melakukan penggeledahan di kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Jalan Pinang Baris Medan, Sabtu (19/10). Pantauan di lokasi, penggeledahan dilakukan secara tertutup. Sejumlah wartawan tidak diperbolehkan masuk ke Kantor Dinas PU. "Mau ngapain? Di luar saja ya kalau mau ambil gambar," kata seorang pria kepada wartawan.

Hingga saat ini tim penyidik KPK masih melakukan penggeledahan di kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Sebagaimana diketahui, penggeledahan ini dilakukan pasca ditetapkannya Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin sebagai tersangka dugaan kasus suap.

Baca Juga

Selain Tengku Dzulmi Eldin, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu pemberi IAN (Isa Ansyari), Kepala Dinas PUPR Kota Medan dan SFI (Syamsul Fitri Siregar) Kepala Bagian Protokoler kota Medan. Sebagai pihak yang diduga penerima, Tengku Dzulmi dan Syamsul Fitir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Pejabat yang melanggar, ancamannya penjara minimal emoat tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi: Isa Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Ini bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement