REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengumumkan penurunan angka stunting atau kekerdilan pada anak menjadi 27,67 persen atau turun 3,1 persen dari 30,8 persen.
"Kemenkes punya tugas bagaimana menghitung anak stunting setiap tahun. Dikerjakan oleh BPS dan Litbangkes, dulu Riskesdas 2018 di angka 30,8 persen sekarang jadi 27,67 persen," kata Nila dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (18/10).
Jika dibandingkan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 dengan prevalensi stunting 37,2 persen, artinya di era pemerintahan Joko Widodo periode pertama, Menteri Kesehatan telah berhasil menurunkan angka kekerdilan hingga 10 persen dalam lima tahun. Penurunan angka stunting yang cukup signifikan ini berkat koordinasi lintas kementerian lembaga dengan membentuk Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Wapres JK menugaskan berbagai kementerian di luar Kemenkes dan juga para pemimpin pemerintah daerah untuk melaksanakan upaya-upaya pencegahan stunting sesuai dengan kewenangannya. Penelitian prevalensi stunting 2019 dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan dengan mengintegrasikan Susesnas dan Survei Status Gizi.
Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Gantjang Amanullah menyebutkan penelitian tersebut mengambil 320 ribu sampel rumah tangga di 514 kabupaten-kota pada 84.796 balita. Penelitian tersebut memiliki Relatif Standar Error 0,52 persen. Menkes Nila menyatakan meski angka stunting mencapai 27,67 persen, masih harus tetap ditekan sesuai standar maksimal yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 20 persen.