Selasa 15 Oct 2019 16:44 WIB

Prof Rokhmin: Revolusi Industri 4.0 Bukan Hanya Digital

Revolusi Industri 4.0 juga menyasar bioteknologi, nanoteknologi, dan teknologi raw.

Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MSc memberikan General Lecture di Xiamen University, China, Selasa (24/9).
Foto: Dok Rokhmin Dahuri
Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MSc memberikan General Lecture di Xiamen University, China, Selasa (24/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Perikanan dan Kelautan Prof Dr Rokhmin Dahuri menilai era Revolusi Indonesia 4.0 saat ini bukan hanya teknologi digital yang berkembang, tapi juga bioteknologi, nanoteknologi, dan teknologi raw material.

"Di ruang publik teknologi digital memang lebih banyak dibicarakan, tapi sesungguhnya perkembangan teknologi digital masih lebih banyak pada market place," kata Rokhmin Dahuri saat menjadi pembicara utama pada seminar nasional "Perubahan Paradigma Usaha Berbasis Transformasi Digital" di Kampus IPB, Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/10).

Menurut Rokhmin Dahuri, Indonesia memiliki potensi perikanan dan kelautan yang sangat besar. "Potensi perikanan dan kelautan ini jika digarap secara sungguh-sungguh dan maksimal, hasilnya bisa lebih besar dari potensi digital," katanya.

Rokhmin melihat produk kelautan dan perikanan, serta produk hasil pertanian lainnya, banyak yang perdagangkan dalam bentuk produk segar atau bahan baku. "Kalau produk tersebut diolah menjadi produk jadi, maka dapat menaikkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Rokhmin juga mengusulkan agar pemerintah menerapkan kebijakan peningkatan industri hasil kelautan dan perikanan serta hasil pertanian.

Dalam paparannya, Rokhmin Dahuri juga menjelaskan bahwa Indonesia masih menghadapi persoalan cukup komplek dan tantangan berat menghadapi masa depan. Salah satunya, adalah aspek kemiskinan penduduk serta kesenjangan sosial.

Meskipun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan penduduk Indonesia sudah turun menjadi 9,6 persen, kata Rohmin, tapi indikatornya sangat ketat sehingga penduduk sangat sulit hidup dengan indikator tersebut.

"Sedangkan, jika penduduk miskin mengacu pada standar internasional, bahwa penduduk miskin adalah berpenghasilan sekitar dua dolar AS per hari, maka penduduk miskin masih jauh lebih banyak yakni mencapai 100 juta jiwa," kata Rokhmin Dahuri.

Menurut dia, jumlah penduduk miskin ini menjadi tantangan pemerintah untuk mengatasinya. Rokhmin juga melihat tingkat kesenjangan sosial, penduduk Indonesia masih cukup tinggi,yang ditandai dengan indeks gini ratio yakni 0,39.

"Hal ini menjadi tantangan pemerintah untuk mengatasi penduduk miskin dan kesenjangan sosial," kata Rokhmin Dahuri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement