Senin 14 Oct 2019 19:52 WIB

Soal Amendemen Menyeluruh, HNW: Kalau Serius Tindak Lanjuti

HNW mengatakan amendemen harus diusulkan oleh minimal sepertiga anggota MPR.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW)
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mempersilakan jika ada partai atau pihak yang merencanakan untuk mengamendemen menyeluruh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, menurut aturan-aturan yang berlaku mengenai ketentuan mengubah undang-undang, hal itu bisa dilakukan jika diusulkan oleh minimal sepertiga anggota MPR.

"Tidak bisa perubahan hanya diwacanakan oleh pimpinan partai, berapapun yang mewacanakan, berapapun yang diwacanakan, tidak bisa oleh seminar oleh demonstrasi itu harus diusulkan oleh anggota MPR jumlahnya minimal sepertiga," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/10).

Baca Juga

Itu pun, lanjutnya, tidak sekadar usulan. Namun, ia mengatakan, juga harus disampaikan secara tertulis seperti misalnya disebutkan pasal mana yang mau diubah beserta alasannya. 

"Jadi tidak sekadar saya setuju, setuju, tapi kalau itu hanya persetujuan verbal tidak formal ditindaklanjuti oleh anggota MPR. Jadi kata kuncinya adalah silakan munculkan apapun boleh, tapi kalau serius tindak lanjuti itu melalui anggota MPR," tutur politikus PKS itu.

Menurutnya untuk sampai ke sana masih terlalu jauh. Sebab hingga saat ini, belum ada satu pun usulan masuk ke MPR mengenai amandemen.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyepakati amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bersifat menyeluruh. Sifat menyeluruh ini terkait dengan tata kelola negara serta tantangan masa kini dan masa depan.

Surya Paloh menjelaskan dirinya dan Prabowo Subianto ingin amandemen UUD 1945 tidak terbatas menghidupkan kembali GBHN. Salah satu hal yang disinggung oleh Surya Paloh, yakni penyelenggaraan pemilihan umum.

"Banyak hal masalahnya, misalnya katakan pemilu serempak. Rumusan masalah konstitusi berdasarkan tafsiran dari pada UUD. Kita pikirkan bersama harus lanjut 5 tahun ke depan pemilu serentak, atau kembali berpisah, pemilu legislatifnya, pilpresnya," ujar Surya Paloh. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement