Senin 14 Oct 2019 15:45 WIB

Walhi: Lokasi Karhulta Selalu Sama Tiap Tahun di Sumsel

Walhi Sumsel menyebut karhutla terus terjadi dan berulang di tempat yang sama.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nur Aini
Adhin Abdul Hakim bersama Satuan Petugas Pemadaman Kebakaran ikut memadamkan Kebakaran Hutan dan Lahan di Pedamaran Timur, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Foto: Rumah Zakat
Adhin Abdul Hakim bersama Satuan Petugas Pemadaman Kebakaran ikut memadamkan Kebakaran Hutan dan Lahan di Pedamaran Timur, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengungkap lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan tak berubah tiap tahun.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel M. Hairul Sobri merasa miris dengan kasus karhutla yang kembali mengemuka tahun ini karena pihaknya memantau lokasi karhutla selalu sama tiap tahun. Hal itu mengindikasikan adanya kejanggalan dalam kasus karhutla di Sumsel.

Baca Juga

"Walhi Sumsel menemukan fakta bahwa karhutla terus terjadi dan terus berulang bahkan di tempat yang sama. Belum lagi ditemukan fakta dalam dua tahun belakangan masih banyak izin-izin baru yang dikeluarkan pemerintah di lahan-lahan gambut," katanya dalam siaran pers, Senin (14/1).

Ia menyebut salah satu penyebab utama karhutla di Sumsel ialah lemahnya pengawasan upaya restorasi ekosistem gambut, khususnya pada kawasan konsesi. Ia memandang upaya restorasi ekosistem gambut tidak berjalan pada semua wilayah konsesi.

"Padahal pemulihan gambut harus berdasarkan kawasan / lanskap. Selama ini upaya restorasi berbanding lurus dengan temuan hotspot," ujarnya.

Ia memandang kondisi tersebut bahkan semakin memburuk jika mempertimbangkan peningkatan data hotspot tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Ia meminta Pemerintah tegas soal peruntukkan gambut ataupun kubah-kubah gambut.

Dalam catatan Walhi Sumsel, 698.674 hektare kubah gambut (gambut dalam) yang seharusnya dilindungi namun sebaliknya dibebani izin kepada korporasi. Ia menyayangkan masyarakat yang bertahun-tahun menderita asap karhutla tanpa ada pencabutan izin dari pemerintah.

"Bahkan perintah pencabutan izin dari seorang presiden pada 2015 di kabupaten OKI diabaikan. Kasus-kasus korporasi yang terbakar dan masuk di ranah hukum banyak penyidikannya dihentikan. Tidak ada upaya pencabutan izin maupun review izin pada kawasan konsesi yang terbakar berulang dari tahun ke tahun," ujarnya.

Walhi mendesak pemerintah menanggung semua biaya korban terpapar asap. Selain itu, Walhi meminta Presiden Joko Widodo kembali kepada janji politiknya untuk menghentikan karhutla dan memberikan kebijakan permanen pemulihan lingkungan hidup.

"Potret krisis kemanusiaan akibat kerusakan lingkungan hidup yang disampaikan Jokowi sudah terbukti. Saatnya ia sadar dan memimpin perlawanan terhadap asap," tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement