REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Warga terdampak proyek double track atau jalur ganda Bogor-Sukabumi mendesak kejelasan mengenai uang kerohiman yang diberikan pemerintah pusat. Mereka mengancam akan tetap bertahan di rumahnya jika uang kerohiman belum diberikan.
"Kalo nggak ada uang mah ngapain kosongin rumah. Pokoknya dikasih uang, baru keluar gitu," kata Ami (64 tahun), warga Kelurahan Cipaku, Bogor Selatan, kepada Republika.co.id, Ahad (13/10).
Pemerintah Pusat memang berupaya terus melakukan penertiban kepada warga Kota Bogor yang menempati lahan milik pemerintah. Setelah melakukan sosialisi selama empat hari di Kota Bogor pada September 2019 lalu, pemerintah menindaklanjuti dengan melakukan pengukuran lapangan antara jarak rel dengan rumah.
Menurut Ami, Kelurahan Cipaku telah mendapat jadwal pengukuran pada Selasa (15/10) mendatang. Ami mengatakan, pengukuran dilakukan secara bergilir ke semua kelurahan di Kota Bogor.
Dia menuturkan, orang yang menyewa rumah di Kelurahan Cipaku berduyun-duyun meninggalkan kontrakan. Sebab, warga telah mendapat informasi untuk segera mengosongkan rumah dalam tenggang waktu sekitar dua bulan.
Terkait uang kerohiman, Ami mengaku, tak mengetahui secara rinci kapan uang kerohiman diberikan. Dia mengatakan, rumah warga di Keluarahan Cipaku hanya diperintahkan untuk segera dikosongkan.
"Udah lama dikasih tau mau digusur. Tapi baru akhir-akhir ini serius," ujarnya.
Berbeda, Harianto Syarifudin (27 tahun), warga Kelurahan Batutulis, menjelaskan Kelurahannya telah mendapat giliran pengukuran dari petugas Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dia menjelaskan, pengukuran dilakukan pada, Kamis (10/10) lalu.
Waktu pengukuran berlangsung, Harianto menceritakan, petugas DJKA hanya menjelaskan jarak rumah yang akan digusur. "Pusatnya dari Stasiun (Batutulis) itu katanya 60 meter, trus dari rel ada yang 25 meter ada yang 30 meter," ujarnya.
Harianto menyebut, petugas DJKA tidak mensosialisasikan uang dan waku penggusuran. Dia mengatakan, petugas hanya mengukur jarak antar rumah dan rel kereta.
"Pembahasan timbal balik dana, pengosongan si gak ada itu. Mereka mengaku hanya bagian bongkaran doang. 'Kita hanya disuruh atasan' Mereka jawabannya gitu," kata Harianto menceritakan.
Harianto menyatakan, warga siap segera mengosongkan jika dana kerohiman telah didapat. Dia menegaskan, pemerintah harus segera memberikan kejelasan ihwal nasib mereka.
"Pindah kan harus ada biaya. Trus nyari kontrakan kan nggak mudah. Butuh waktu juga. Mangkanya kita minta kejelasan dari pemerintah," ujarnya.
Hinga kini, dia mengaku, belum mengetahui titik terang dana kerohiman. Warga, kata Harianto, telah menyampaikan aspirasi pada saat sosialisasi dilakukan beberapa waktu lalu.
Meskipun demikian, dia mengakui telah salah membangun rumah di tanah milik pemerintah. Sehingga, sewaktu diperintahkan untuk mengosongkan dengan tenggang waktu dua bulan, dia mengatakan, telah siap angkat kaki dari rumah tersebut.
"Emang ini kan tanak milik DJKA. Kalo di bongkar ya dibongkar tapi masalah uang itu harapannya bisa dikasih. Dan juga waktu pengosongan agak lama," ujarnya.
Ketua Tim Penertiban Lahan Ruas Bogor-Sukabumi dari Dirjen Perkeretaapian pada Kemenhub Joko Sudarso menjelaskan tahap penggusuran. Joko menyatakan, pihaknya masih melakukan pengukuran untuk menetapkan nominal uang kerohiman.
"Selesai pengukuran, ada sosialisasi penetapan nilai (uang kerohiman)," kata Joko saat dikonfirmasi.
Dia mengaku, masih ingin mengkonsentrasikan pengukuran terhadap warga yang terdampak jalur ganda. Dia memperkirakan, semua informasi nilai kerohiman dan waktu penggusuran diperkirakan rampung pada akhir tahun. "Sekitar bulan Desember," katanya.