Ahad 13 Oct 2019 13:29 WIB

Akbar Tersangka dan Masih Misterinya Kematian Akbar

Akbar meninggal dalam kondisi muka lebam dan sempat koma 12 hari.

Rep: Febryan A/ Red: Elba Damhuri
Keluarga dan kerabat menghadiri prosesi pemakaman korban demo ricuh Akbar Alamsyah di Taman Pemakaman Umum (TPU) kawasan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Keluarga dan kerabat menghadiri prosesi pemakaman korban demo ricuh Akbar Alamsyah di Taman Pemakaman Umum (TPU) kawasan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat (11/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ibunda almarhum Akbar Alamsyah, pemuda yang meninggal saat terjadi kericuhan pada aksi demonstrasi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, mengaku belum mendapat penjelasan dari pihak kepolisian terkait penyebab kematian dan status tersangka sang anak. Bahkan, pihak kepolisian belum mendatangi kediaman almarhum Akbar pascapemakaman Akbar pada Jumat (11/10) pagi.

"Tidak ada polisi yang kasih penjelasan sampai sekarang. (Datang) ke sini juga tidak ada," kata Rosminah, ibunda Akbar Alamsyah, Sabtu (12/9).

Tewasnya Akbar terbilang tragis. Wajahnya lebam, tulang kepala pun patah. Almarhum sempat koma selama 12 hari sebelum meninggal dunia. Meski demikian, Rosminah pun belum memikirkan langkah yang akan diambil terkait kematian Akbar.

"Sekarang kita sedang berduka dulu," kata Rosminah singkat.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengakui, Akbar ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan keterangan sejumlah saksi. Akbar disebut terlibat dalam penyerangan terhadap aparat saat kericuhan pecah pada aksi unjuk rasa di Kompleks Parlemen Senayan, 25 September 2019.

"Perusuh yang kita tangkap, kita lakukan pemeriksaan. Dan, tentunya ada saksi yang diperiksa, juga yang ikut diamankan yang menyatakan yang bersangkutan ikut melempari petugas, merusak, dan sebagainya," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (11/10).

Terkait luka-luka dan penyebab kematian Akbar, Polda Metro Jaya mengaku belum mendapat informasi dari pihak kepolisian. "Itu masih kita update dari dokter. Sampai sekarang belum mendapatkan, memang ada luka di kepala," kata Argo.

Fitri Rahmayani, kakak kandung Akbar Alamsyah, menceritakan, Akbar hilang pada 26 September 2019 setelah malam sebelumnya, Rabu (25/9), pergi menonton demo di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, bersama dua temannya. Akbar diketahui berprofesi sebagai karyawan swasta di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Pihak keluarga baru dikabari Akbar hilang pada Jumat (27/9) oleh teman-temannya. Mereka mencari keberadaan Akbar sejak Kamis seusai kericuhan. Pada hari yang sama, Fitri bersama ibunya mencoba mencari tahu kabar dan keberadaan Akbar. Mereka mendatangi sejumlah rumah sakit dan kantor polisi. Mereka juga menyebar informasi melalui pesan berantai media sosial.

Pada 27 September, keluarga menemukan identitas nama Akbar Alamsyah di kantor Polres Metro Jakarta Barat. \"Kami tidak dibolehkan menjenguk ataupun melihat. Mama sempat nitip ke petugas makanan dan pakaian buat Akbar, tapi tidak tahu dikasih, apa nggak," kata Fitri.

Keluarga juga mendapat pesan berantai melalui grup Whatsapp yang mengabarkan ada korban tanpa identitas dirawat di RS Pelni. Setibanya di RS Pelni, pihak rumah sakit mengabarkan, Akbar sudah dirujuk ke RS Polri Kramat Jati sekitar pukul 12.30 WIB.

"Padahal di jam itu kami sedang di Polres Jakarta Barat," kata Fitri.

Fitri lalu mendatangi RS Polri Kramat Jati. Dia tiba pada 00.30 WIB dan tidak diizinkan bertemu karena alasan sudah lewat jam besuk. Hari berikutnya, Sabtu (28/9), keluarga kembali mendatangi RS Polri Kramat Jati. Salah satu perwakilan keluarga dibolehkan melihat Akbar yang dirawat di ruang ICU.

Wajah Akbar pun sudah tidak bisa dikenali karena kepalanya membengkak. Bibirnya jontor, sedangkan mulutnya dipasangi selang. "Kalau badan sampai kaki baik-baik saja, tidak ada tanda luka atau apa," kata Fitri.

Fitri memastikan, Akbar tidak memiliki riwayat penyakit. Namun, ketika ditemukan di rumah sakit, Akbar harus menjalani operasi. Ada catatan menyebut infeksi saluran kemih dan harus menjalani cuci darah selama lima kali.

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan mengevaluasi kinerja kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa, khususnya yang terjadi di sekitar Jakarta.

"Kami mendesak Pak Presiden juga memberikan tekanan kepada Pak Kapolri untuk mengevaluasi penanganan aksi unjuk rasa di Jabodetabek," ujar perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil yang juga Ketua YLBHI Bidang Advokasi, Muhamad Isnur, di Jakarta, Jumat.

Isnur menduga terjadi sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam penanganan aksi unjuk rasa di Jakarta pada 24-25 September 2019 lalu. Termasuk, kasus kematian Akbar Alamsyah yang menurut kepolisian akibat terjatuh.

"Ini bukan karena jatuh. Kalau jatuh itu yang luka pasti lehernya, bukan kepalanya," kata Isnur.

Isnur mendesak pihak kepolisian agar segera mengungkap kematian janggal ini. Menurut dia, polisi harus melakukan evaluasi pada tiap operasi yang dilakukan. Jika ada oknum, kata Isnur, polisi harus segera mengungkap dan memberi sanksi. Dia meminta polisi tidak membantah ketika mendengar informasi negatif terkait anggotanya.

(antara ed: a syalaby ichsan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement