Sabtu 12 Oct 2019 06:50 WIB

BEM Jakarta Tolak Perppu KPK dan Pilih Jalur Konstitusi

Yang kontra revisi UU KPK dapat menempuh jalur digaransi melalui proses hukum.

Aksi demonstrasi mahasiswa (ilustrasi)
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Aksi demonstrasi mahasiswa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jakarta menolak Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-undangan (Perppu) terkait revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan DPR RI periode 2014-2019. BEM se-Jakarta ini memilih jalur konstitusi.

"Kami khawatir, narasi-narasi yang dibangun akan saling membenturkan antarlembaga negara, yang berakibat timbulnya kegaduhan politik," kata Presiden BEM Universitas Mpu Tantular, Fauzi melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (11/10) malam.

Baca Juga

Fauzi mengatakan masyarakat yang kontra terhadap revisi UU KPK dapat menempuh jalur yang digaransi melalui proses hukum secara konstitusi. Jalur tersebut yakni judicial review melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

Fauzi menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK telah disepakati oleh seluruh anggota legislatif periode 2014-2019. Saat ini berkas UU KPK sedang proses penandatanganan oleh Presiden Jokowi.

Fauzi mengatakan, ditandatangani ataupun tidak, UU tersebut akan berlaku per 17 Oktober 2019 atau satu bulan setelah disahkan DPR RI. Forum Badan Eksekutif Mahasiswa Jakarta (FORBES Mahasiswa Jakarta) dituturkan Fauzi, menilai segala bentuk protes terhadap revisi UU KPK menimbulkan keresahan bersama akan kondusivitas keamanan di Jakarta sebagai ibu kota Negara.

"Beberapa hari terakhir sempat memanas dan menjadi sebuah sikap bersama bahwa mahasiswa sebagai agent of control akan tetap mengedepankan nilai-nilai intelektualitas dalam penyampaian kritik membangunnya," ujar Fauzi.

Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Jakarta, Gawi menolak tegas penerbitan Perppu terhadap UU KPK yang telah disahkan legislator dan mendukung penuh jalur judicial review. "Kami juga menyiapkan naskah akademik untuk menempuh jalur judicial review. Kami jelas menentang segala desakan-desakan yang dilayangkan kepada pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo yang diminta segera menerbitkan Perppu terhadap UU KPK baru. Kami tegas menolak akan penerbitannya demi kondusivitas iklim politik negara," kata Gawi menegaskan.

Menurut Gawi muncul lima butir dukungan terhadap pemerintah terkait polemik UU KPK baru melalui "Piagam Forbes Mahasiswa Jakarta: Memperteguh Arah Juang Mahasiswa", yakni:

1. Menolak segala tindakan inkonstitusional dan gerakan-gerakan aksi anarkis yang merusak fasilitas dan mengganggu ketertiban umum dengan maksud menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden yang sah sesuai ketetapan KPU RI.

2. Meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terhadap UU KPK yang baru dan tidak terpengaruh desakan yang dihadirkan oleh oknum yang ingin memecah belah rakyat dengan pembenturan lembaga negara.

3. Mendesak elit golongan agar memilih jalan terbaik tanpa membenturkan lembaga negara, melalui jalur judicial review di Mahkamah Konstitusi. Dan engikuti mekanisme hukum yang berlaku sesuai undang-undang jika terdapat kekurangan atau bahkan kesalahan dalam proses legal drafting undang-undang KPK. Serta mendorong mahkamah konstitusi menggunakan kewenangannya dengan seadil-adilnya dan sebijak-bijaknya.

4. Mendesak pihak kepolisian untuk menindak tegas provokator massa aksi dan pelaku perusakan fasilitas umum atau bahkan penyerangan terhadap petugas demi terciptanya kondusivitas ibu kota negara.

5. Mengajak dan mengimbau seluruh mahasiswa, serta masyarakat untuk membaca dan memverikasi terlebih dahulu seluruh informasi yang tersebar melalui media massa maupun media sosial agar memahami konteks semangat perjuangan tanpa terpapar issue framing dan agenda setting seorang atau sekelompok golongan yang disalurkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement