REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat, jumlah orang dalam gangguan kejiwaan (ODGJ) di wilayahnya mencapai 725 jiwa. Dari jumlah itu, masih banyak mereka yang dipasung dan dikurung.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Suryaningsih, mengatakan banyak faktor yang menyebabkan masih adanya masyarakat memasung anggota keluarganya yang menderita gangguan kejiwaan. Umumnya, ODGJ itu sudah menderita penyakit tersebut sejak kecil, sementara keluarga tak tahu langkah yang dilakukan untuk mengobati.
Sementara itu, banyak faktor pula yang menyebabkan orang mengalami gangguan jiwa. Salah satunya adalah ketidakterimaan seseorang pada kondisi hidupnya. Karena itu, lanjut dia, diperlukan peran tokoh agama untuk mengajak masyarakat lebih dekat pada agama.
"Melalui agama, cara penerimaan kepada kondisi kita akan lebih baik. Karena stres tidak bisa dicegah, itu muncul karena penerimaan diri pada kondisi masing-masing. Kita terus memberikan promosi dan edukasi itu ke masyarakat," kata dia.
Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman mengatakan, kondisi pemasungan pada ODGJ sebenarnya tak perlu lagi terjadi di wilayahnya. Namun, anggaran yang terbatas membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya tak bisa berbuat banyak.
Menurut dia, saat ini terdapat beberapa lembaga atau yayasan yang juga membantu penanganan ODGJ. Dengan begitu, para ODGJ mendapatkan perawatan, dibanding harus mengalami pemasungan.
"Karena anggaran kita kita juga terbatas. Kita juga tenaga terbatas. Kita bermitra dengan lembaga," kata dia.
Lebih dari itu, Budi ingin, stigma masyarakat juga berubah dalam memandang ODGJ. Artinya, ODGJ selayaknya manusia umum lainnya, mesti diperlakukan dengan baik.
"Kita tidak ingin ada lagi pemasungan. Kita ingin memanusiakan ODGJ," kata dia.