REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Sengitnya persiangan industri rambut dan bulu mata palsu di pasar global, berdampak pada ketahanan industri serupa di Purbalingga. Bahkan beberapa pelaku industri yang kebanyakan berasal dari Korea Selatan, mengaku bila kondisinya masih serupa hingga beberapa tahun mendatang, maka industri rambut dan bulu mata palsu di Purbalingga hanya akan bisa bertahan 5-10 tahun lagi.
Investor PT Indokores Sahabat Mr Hyung Don Kim yang berkebangsaan Kores Selatan, menyebutkan kondisi perusahaannya saat ini boleh dikatakan stagnan. ''Jika pasaran lesu seperti saat ini, dan kondisi tidak nyaman, kami memprediksi perusahaan kami hanya akan bisa bertahan 5-10 tahun lagi,'' kata Mr Kim saat menyambut kunjungan kerja Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, Kamis (10/10).
Mr Kim menambahkan, kompetitor utama bulu mata palsu dari Purbalingga, saat ini harus bersaing ketat dengan produsen serupa dari Cina. Sedangkan untuk produksi rambut palsu atau wig, kualitas produksi dari Purbalingga masih lebih baik kualitasnya, dibanding produksi serupa dari India dan Cina.
''Namun untuk bahan bakunya, kami mengandalkan pasokan impor dari India dan Cina. Bahan baku rambut sintetis dari Indonesia, kualitasnya kurang bagus karena banyak dicampur bahan lain. Bahkan ada juga bahan baku rambut sintetis yang sambungan,'' katanya.
Investor PT Hyup Sung Indonesia Song Hyung Keun yang juga asal Korea Selatan, bahkan menyebutkan produksi bulu mata palsu di perusahaannya sejak beberapa tahun terakhir mengalami penurunan tajam. Hal ini seiring dengan permintaan pasar yang anjlok, karena kalah bersaing dengan produksi Cina yang harganya lebih murah.
''Sebelumnya, kami bisa memproduksi 1,3 juta pieces per bulan. Namun saat ini turun hingga sekitar 30 persennya. Dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau kami juga harus mengurangi jumlah karyawan dari 1.900 orang menjadi tinggal 1.300 orang,'' katanya.
Mr Song menambahkan, produktivitas tenaga kerja di Cina lebih tinggi dari Purbalingga. Bahkan, mereka cenderung meminta lembur bekerja. Sedangkan di sisi harga, bulu mata palsu asal Cina juga lebih murah dengan kualitas yang sudah menyerupai produk rambut Purbalingga.
''Dalam kondisi seperti ini, kami juga harus melakukan penyesuaian. Caranya dengan mengurangi karyawan dan meningkatkan produktivitas pekerja serta inovasi produk,'' kata Mr Song.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi menyebutkan, di wilayahnya ada beberapa perusahaan yang memproduksi rambut dan bulu mata palsu. Selain PT Indokores Sahabat PT Hyup Sung dan PT Sun Chang Indonesia yang merupakan perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) sal Korea Selatan, satu perusahaan pabrik rambut Bintang Mas Triyasa (BMT) yang merupakan perusahaan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri).
Terkait kondisi pasar global yang sedang terjadi saat ini, Bupati minta agar semua pihak yang terkait dengan industri bulu mata palsu Purbalingga, bisa menahan diri. ''Kondisi saat ini memang cukup sulit bagi industri rambut dan bulu mata palsu. Namun kami berharap, semua pihak bisa menahan diri sehingga industri ini bisa tetap bertahan bahkan berkembang lagi,''' katanya.