REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Haura Hafizah
Lima tahun berselang, sejak heboh penangkapan mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang disusul Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan pada 2013, KPK akhirnya menyatakan penyelidikan kasus Wawan selesai. Akil dan Wawan tengah menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, selama lima tahun belakangan, KPK tetap memproses dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Wawan.
Namun, KPK lebih berfokus pada TPPU untuk mengembalikan uang negara. "Sampai saat ini, KPK menyita sejumlah aset dengan nilai sekitar Rp 500 miliar," kata dia, Selasa (8/10).
Berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) suap Rp 1 miliar dari Wawan untuk Akil, KPK menelusuri proyek senilai Rp 6 triliun yang dikerjakan perusahaan Wawan di Banten. KPK menyelidiki sejumlah kekayaan Wawan yang diduga berasal dari sejumlah proyek dari tahun 2006 hingga 2013.
Diduga, Wawan melalui perusahaannya telah mengerjakan sekitar 1.105 kontrak proyek dari pemerintah provinsi dan beberapa kabupaten di Banten. Proyek tersebut ditengarai hasil kongkalikong antara Wawan dan pejabat setempat.
"Penyidikan ini membutuhkan waktu sekitar lima tahun karena tim harus mengidentifikasi secara terperinci proyek-proyek yang dikerjakan, dugaan keuntungan yang didapatkan secara tidak semestinya, aliran dana, penelusuran aset yang berada di sejumlah lokasi dan kerja sama lintas negara," kata dia.
Selama proses penyelidikan, KPK telah memeriksa Wawan sebanyak 23 kali. Kemudian, memeriksa saksi terkait sekitar 553 orang. Mereka berasal dari mantan gubernur Banten, mantan wakil gubernur Banten, mantan dan anggota DPRD Banten, pejabat Banten, notaris, hingga swasta.
Menurut KPK, Wawan diduga menggunakan PT Bali Pasific Pragama dan perusahaan lain yang terafiliasi untuk melakukan korupsi. Dia memanfaatkan hubungan kekerabatan dengan pejabat yang ada di provinsi Banten untuk mendapatkan kontrak proyek. Hal itu sejalan dengan kedudukan kakak kandung Wawan, Ratu Atut Chosiyah, yang menjabat wakil gubernur Banten 2002-2007 dan gubernur Banten 2005-2014.
Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan menyimak dakwaan Jaksa KPK dalam sidang kasus korupsi proyek-proyek RSUD dan perbaikan 7 Puskesmas di Tangsel di Pengadilan Tipikor Serang, Banten, Rabu (27/4). (ilustrasi)
Panjangnya rentang waktu perkara, antara 2006-2013, membuat KPK juga membutuhkan waktu lama mengumpulkan data terkait, termasuk data aset terpidana yang diduga berasal dari hasil korupsi. Selain itu, KPK juga membutuhkan kerja sama lintas negara karena ada aset-aset yang berada di Australia.
Dari aset yang disita senilai Rp 500 miliar, yang berbentuk uang tunai hanya sebesar Rp 65 miliar. Lainnya adalah 68 unit mobil dan ratusan unit rumah, apartemen, serta tanah.
"Untuk aset di Australia, KPK menempuh proses mutual legal assistance (MLA) untuk kebutuhan penanganan perkara. Dalam proses penyidikan tersebut, KPK juga dibantu oleh Australian Federal Police (AFP), seperti dalam proses penyitaan aset sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," kata Febri.
Nilai aset yang berada di Australia saat pembelian tahun 2012-2013 adalah setara dengan total sekitar Rp 41,14 miliar. Terdiri atas rumah senilai 3,5 juta dolar Ausrtalia dan apartemen senilai 800 ribu dolar Australia.
Saat ini, KPK telah menyerahkan tersangka dan berkas tiga perkara ke penuntutan. Tiga perkara yang diserahkan adalah pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan, pengadaan sarana dan prasanara kesehatan di Pemprov Banten, dan TPPU. "Persidangan nanti direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," katanya, Selasa (8/10). n ed: ilham tirta