REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengesahan Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu dikhawatirkan dapat membuat praktik korupsi di Indonesia semakin masif. Sejumlah unsur yang tergabung dalam Koalisi Save Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) KPK.
"Kami Koalisi Save KPK menuntut agar jajaran pemerintah mendukung langkah presiden untuk menerbitkan Perppu yang membatalkan UU Revisi UU KPK dan kembali memberlakukan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (6/10).
Kurnia mengatakan penerbitan Perppu telah memenui syarat obyektif yang diatur dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Syarat pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
"Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum," kata dia. Kurnia menjelaskan kalau pun ada, UU KPK dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan.
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu cukup lama. "Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin," ujarnya.
Ia pun berpandangan, seharusnya tidak ada pihak-pihak yang menyebutkan bahwa penerbitan perppu melanggar hukum. Apalagi, ada pernyataan yang men ancaman untuk memakzulkan Presiden.
Pada dasarnya, Kurnia mengatakan, Perppu merupakan kewenangan Presiden. "Hal itu seperti diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 yang menegaskan bahwa, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang," ucapnya.