Jumat 04 Oct 2019 15:55 WIB

Sanksi Pelajar yang Ikut Demo Harus Mendidik

Kemendikbud akan menyisir sekolah-sekolah yang siswanya terlibat demo.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Indira Rezkisari
Massa aksi pelajar STM saat terlibat bentrok dengan polisi ketika melakukan aksi unjuk rasa tolak UU KPK hasil revisi dan RKUHP di Jalan Layang Slipi, Petamburan Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Foto: Republika
Massa aksi pelajar STM saat terlibat bentrok dengan polisi ketika melakukan aksi unjuk rasa tolak UU KPK hasil revisi dan RKUHP di Jalan Layang Slipi, Petamburan Jakarta, Rabu (25/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta agar sekolah memberikan sanksi yang mendidik kepada para pelajar yang ikut berunjuk rasa beberapa waktu lalu. Dia menegaskan, sekolah tidak boleh memberikan sanksi sampai mengeluarkan pelajar tersebut.

"Kalau sanksi harus sifatnya mendidik. Tidak boleh itu (siswa dikeluarkan). Yang tidak sekolah saja diminta untuk masuk kok," ujar Mendikbud kepada wartawan seusai meresmikan Gedung SMP dan SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat di Solo, Jumat (4/10).

Baca Juga

Muhadjir menyatakan, Kemendikbud akan menyisir sekolah-sekolah yang siswanya terlibat unjuk rasa. Jika nantinya ditemukan ada sekolah yang memberikan sanksi berlebihan, maka akan diluruskan. Namun, dia menilai rata-rata Dinas Pendidikan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sudah paham mengenai pemberian sanksi tersebut.

Intinya, lanjutnya, tidak boleh ada sekolah yang asal memberikan sanksi untuk masalah pelajar yang mengikuti unjuk rasa tersebut. "Mereka harus dididik dipulihkan dari trauma kalau mereka mengalami trauma, kalau tidak mengalami trauma dia harus disadarkan bahwa apa yang dia lakukan itu sangat membahayakan dirinya," imbuhnya

Menurutnya, para siswa punya hak untuk berekspresi tetapi ada batas dan tempatnya, tidak bisa seenaknya. Kalau dalam melampiaskan atau menunjukkan ekspresinya bisa mengancam keamanan dan keselataman jiwa siswa tersebut maka tidak diperbolehkan.

Dia mencontohkan di dalam kaidah ilmu fiqih menyebutkan, mencegah sesuatu yang akan menimbulkan kerusakan harus didahulukan daripada manfaat yang belum tentu ada manfaatnya.

"Apa kita yakin kalau anak-anak ikut unjuk rasa itu ada manfaatnya, tetapi kerusakannya bisa pasti. Buktinya ada yang patah tangan, ada yang gegar otak itu kan lebih mudharat daripada manfaat dia ikut unjuk rasa. Jadi jangan dilihat dari aspek haknya tetapi harus dilihat dari Undang-Undang Perlindungan Anak mereka ini harus dilindungi dan tugas kita melindungi," paparnya.

Dari sisi preventif, Muhadjir menyatakan Kemendikbud sudah membuat Surat Edaran No 9 Tahun 2019 tentang pencegahan anak sekolah/siswa di dalam ikut kegiatan-kegiatan yang membahayakan termasuk unjuk rasa. "Kalau ekspresi boleh, menari itu kan bagian dari ekspresi. Tapi kalau ekspresinya mengumpat orang juga tidak boleh," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement