REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menargetkan minimal 75 hingga 80 persen ibu dapat mengikuti post partum kontrasepsi. Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan hal itu akan diwujudkan dengan pemberian konseling Keluarga Berencana (KB) pascapersalinan.
Dengan begitu, kata Hasto, tidak terjadi kehamilan yang terlalu rapat. Sebab, ada 3,6 juta ibu di Indonesia yang melahirkan tiap tahunnya.
Ia menjelaskan, dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat berakibat buruk pada anak. Salah satunya dapat terjadi stunting yang saat ini masih menjadi perhatian, karena masih banyak dialami oleh anak di Indonesia.
"Termasuk juga autism dipengaruhi oleh penjarakan. Autis banyak diderita oleh anak kedua dalam keluarga karena jarak yang terlalu dekat antara satu dan anak kedua," kata Hasto dalam The 1st International Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health di Hotel Sahid Yogyakarta, Senin (30/9).
Hasto mengaku, hal yang paling sulit dalam kampanye terkait KB yakni masyarakat yang tidak terbiasa melakukan perencanaan. Untuk itu, pihaknya pun akan fokus pada generasi milenial.
"Ini adalah populasi yang sangat besar. BKKBN akan melakukan rebranding untuk membuat BKKBN dan programnya relevan bagi generasi milenial. Target kami adalah di Desember ini," ucap Hasto.
Ia berharap, melalui kampanye kepada milenial ini ada citra baru terkait KB secara luas. Sehingga, bukan hanya soal kontrasepsi saja.
"Kampanye KB itu kan 70 persen adalah programnya kampanye. Tapi, selama ini kampanyenya itu hanya serangan darat saja, tidak pernah melakukan serangan udara," ucap dia.
Ketua dari Komite Ilmiah ICIFPRH, Meiwita Paulina Budiharsana mengatakan, Indonesia Neenah menjadi pelopor KB di seluruh dunia. Hal ini terjadi karena adanya partisipasi perempuan Indonesia.
"Perempuan bisa membuat BKKBN meraih target. Sebaliknya BKKBN juga mengajari perempuan untuk merencanakan siklus reproduksinya," kata Meiwita.
Ia menjelaskan, saat ini baru saja dicanangkan tiga Zeros. Yakni, zero kematian ibu, zero unmet need dan zero gender based violence.
Ia menegaskan, perencanaan seringkali berada di luar kendali perempuan. Terutama terkait perencanaan mengenai kehamilan.
Hal ini, erat kaitannya dengan kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga. "Dalam konferensi ini kita akan menyentuh hal tersebut," katanya.
Perempuan, lanjutnya, memiliki hak yang terkait dengan reproduksinya. Yakni hak untuk mendapatkan informasi yang penuh dan pelayanan yang baik.
"Kita akan sentuh hal ini dalam diskusi dan penyajian-penyajian sepanjang konferensi ini. Karena inti dari keluarga adalah perempuan," ucap dia.