REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) menyatakan Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah merupakan dua daerah penyumbang hotspot atau titik panas terbesar di Tanah Air. Jumlah hotspot di Sumatra masih terkendali.
"Data tersebut dari LAPAN dan kalau kita lihat di Sumatera Selatan cukup banyak, tapi masih terkendali dan di Riau juga kecil namun kalau ada hotspot-nya besar," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat (Kapusdatimnas) BNPB Agus Wibowo di Jakarta, Rabu (25/9).
Kemudian jika membandingkan pola hotspot di Indonesia, kata dia, dari Januari kenaikannya terjadi pada Juli dan puncaknya Agustus, September, dan Oktober. Jumlah titik panas pada 2015 dan 2019 sebenarnya tidak jauh berbeda yakni naik turun naik turun.
Setelah operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) beberapa waktu lalu, katanya, terlihat adanya penurunan hotspot berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Hasil tersebut menunjukkan konfiden level 50 persen ke atas dari 17 September sampai sekarang.
"Jadi operasi secara intensif itu dilakukan mulai tanggal 21 September menggunakan teknologi modifikasi cuaca," katanya.
Ia mengatakan pemerintah terus berupaya melakukan sejumlah operasi salah satunya teknologi modifikasi cuaca untuk menekan sebaran karhutla dan hotspot. Hasilnya, beberapa hari terakhir hujan sudah mulai turun baik di Sumatera maupun di Kalimantan.
Musim hujan tersebut, katanya, mulai dari utara Pulau Sumatera yakni Aceh sudah hujan deras bahkan banjir di Aceh Selatan. Kemudian, hal itu diprediksi berlanjut ke Sumatera bagian selatan hingga Riau.
"Tanggal 23 September total ada 3.124 titik api dan asapnya tebal sekali dan sekarang turun jadi 1.744," katanya.
Terakhir berdasarkan data BMKG titik api secara berangsur terus mengalami penurunan. "Kondisi tersebut akan terus dijaga karena musim kemarau masih berlangsung hingga akhir Oktober," demikian Agus Wibowo.