REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi demonstrasi menolak sejumlah rancangan undang-undang (RUU) di berbagai daerah berujung ricuh. Korban pun berjatuhan. Para peserta aksi, petugas kepolisian, bahkan wartawan mengalami luka ringan hingga berat.
Dalam aksi di depan gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Selasa (24/9), kericuhan mulai terjadi pada sore hari. Aparat kepolisian mulai menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran sekitar pukul 16.20 WIB.
Kericuhan antara kepolisian dan massa penolak UU KPK dan RKUHP terus berlangsung hingga petang. Saat itu, sejumlah peserta aksi harus dilarikan ke fasilitas kesehatan yang ada di DPR.
Salah satu mahasiswa, Sadam Husein (19), mendapatkan perawatan pada bagian belakang kepala dan lutut kanannya. Seorang mahasiswi juga ada yang mengalami luka robek pada bagian kepala akibat terkena lamparan kerikil. Bersamaan dengan para mahasiswa yang sedang dirawat itu, tampak ada dua petugas kepolisian yang sedang menjalani perawatan karena mengalami robek pada bagian pipi dan sesak napas.
Seorang mahasiswa Stikes Usada Jakarta, Abdul, mengatakan, rekannya harus menjalani perawatan intensif di IGD RS Mintohardjo. "Kawan saya terkena kawat duri yang dilempar dari depan gedung DPR," kata Abdul di RS Mintohardjo Jakarta Pusat.
Korban berjatuhan setelah kericuhan pecah di sekitar depan gedung DPR/MPR dan flyover Tol Dalam Kota Jakarta pada sore hari. Massa dari berbagai kampus di Jabodetabek merangsek ke tengah Jalan Tol Dalam Kota Jakarta untuk melakukan blokade lalu lintas. "Saat itu ada petugas yang menembakan water cannon, gas air mata untuk memukul mundur kami," katanya.
Hingga pukul 19.30 WIB, korban kericuhan demonstrasi di sekitar kawasan DPR/MPR RI terus berdatangan ke ruang IGD maupun Unit Rawat Jalan (URJ) Gedung A RS Mintohardjo. "Kalau saya lihat tadi banyak juga mahasiswa yang kena lemparan batu, pukulan tongkat, ditendang, dan paling banyak kena gas air mata," katanya.
Korban lainnya, Sultan Hafidz, mengaku terkena peluru gas air mata tepat di bibir atas hingga mengalami robek. "Gas air matanya ditembak kena mulut saya. Tadi baru selesai dijahit di dalam," katanya.
Foto udara saat Polisi membubarkan massa mahasiswa yang demo menolak Revisi UU KPK dan KUHP yang berakhir ricuh di Jalan Tol Slipi, Senayan, Jakarta, Rabu. (24/9/2019).
Di Malang, Jawa Timur, aksi unjuk rasa yang dilakukan Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (ARD) di depan gedung DPRD dan Balai Kota Malang, turut berakhir ricuh. Pelemparan batu dan dorongan untuk mendobrak pagar gedung dewan tidak dapat terhindarkan.
Kericuhan terpaksa membuat aparat mengaktifkan satu unit water canon. Di tengah-tengah penindakan ini, dua aparat dan satu wartawan media lokal terluka. Seorang polisi mengalami pendarahan di pelipis dan tulang pipi.
Polisi Brigadir Ahmad Rofiqun Nabil mengaku tidak mengetahui pasti apa yang menyebabkan tulang pipi dan pelipisnya terluka. "Enggak tahu sepatu atau batu. Waktu terkena lemparan, saya sempat terus maju. Tahu-tahu ada yang menetes, saya sempat mengira itu keringat tapi ternyata darah," ujarnya.
Di daerah lain, sebanyak 28 mahasiswa harus dilarikan ke Rumah Sakit Charitas Palembang akibat kericuhan antara mahasiswa dan polisi di depan Kantor DPRD Kota Palembang. IGD Rumah Sakit Charitas Palembang pun dipenuhi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Mereka menunggu rekan-rekannya yang sedang dirawat.
"Mata saya terkena gas air mata, pedih sekali rasanya," kata korban kericuhan dari STIK Bina Sriwijaya Atia saat keluar dari IGD. Umumnya mereka mengalami sesak napas, mata perih, dan luka akibat terinjak-injak saat kericuhan berlangsung. Namun, sebagian mahasiswa sudah diizinkan pulang.
Wakil Rektor UIN Raden Fatah Palembang Ismail Sukardi menyayangkan banyaknya jatuh korban dari mahasiswa. "Padahal, mereka hanya ingin menyampaikan aspirasi. Apalagi, aksi mereka itu mengangkat isu nasional yang di daerah-daerah lain juga ada demo," ujar Ismail Sukardi usai menjenguk korban mahasiswa di RS Charitas. n nawir arsyad akbar/wilda fizriyani/antara ed: satria kartika yudha