Rabu 25 Sep 2019 10:04 WIB

Mahasiswa Surabaya Demo Kamis, Rektor dan Dosen tak Larang

Gerakan mahasiswa yang mati suri pasca-1998 dinilai bangkit lagi.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Teguh Firmansyah
Situasi aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR RI pukul 16.58 WIB. Polisi terus memukul mundur mahasiswa dengan menggunakan gas air mata.
Foto: Republika/Prayogi
Situasi aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR RI pukul 16.58 WIB. Polisi terus memukul mundur mahasiswa dengan menggunakan gas air mata.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sejumlah pimpinan Universitas di Kota Surabaya mengaku tak keberatan jika mahasiswanya terlibat aksi unjuk rasa menolak revisi UU KPK, RKHUP, RUU Pertanahan, dan beberapa RUU bermasalah. Aksi gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Surabaya itu rencananya digelar di gedung DPRD Jatim, Kamis (26/9).

Salah satunya adalah Rektor Universitas Islam Negeri Surabaya (UINSA) Masdar Hilmy. Ia mengatakan, secara kelembagaan, UINSA membebaskan mahasiswanya untuk menyuarakan aspirasinya. Dia bahkan merasa tak perlu mengeluarkan sikap resmi atas nama institusi, untuk melakukan pelarangan atau semacamnya kepada mahasiswanya.

Baca Juga

"Saya tidak perlu mengeluarkan sikap resmi. Turun ke jalan bagi mahasiswa adalah bagian dari demokrasi. Monggo-monggo saja," kata Masdar dikonfirmasi Rabu (25/9).

Masdar melanjutkan, sejauh ini mahasiswanya juga telah memberitahukan perihal rencana aksi tersebut melalui Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Dia mengaku, hanya berpesan agar di dalam aksi tersebut mahasiswa tetap bertanggung jawab, menjaga kondusivitas, sopan santun, serta menjaga ketertiban umum. 

"Sudah ada komunikasi tapi secara tidak langsung dengan BEM. Saya berpesan agar aspirasi disuarakan secara baik, legal, bertanggung jawab, menjaga sopan santun, tidak mengganggu ketertiban umum, dan tidak anarkis," ujar Masdar.

Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo, juga tidak mempermasalahkan mahasiswanya yang ingin mengikuti aksi gabungan tersebut. Menurutnya hal itu merupakan bagian ekspresi personal mahasiswa. Unair, kata Suko juga tak mengeluarkan sikap resmi apa pun, yang bernada melarang, atau menginstruksikan kepada mahasiswa. 

"Tidak ada larangan dan tidak ada instruksi. Karena itu merupakan ekspresi personal mahasiswa," kata Suko. 

Baginya, yang terpenting adalah mahasiswa bisa menyampaikan aspirasinya dengan tertib, tanpa mengganggu ketertiban umum. Dia juga tak ingin ada mahasiswa Unair yang sampai sampai melanggar hukum. "Yang penting jangan melanggar aturan hukum. Jangan merusak fasilitas umum. Jangan ganggu ketertiban umum," ujar Suko.

Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdus Salam juga mempersilahkan mahasiswanya ikut aksi. Menurutnya masyarakat kampus atau civitas akademika memiliki tanggung jawab yang sama seperti masyarakat sipil lainnya untuk menentukan nasib bangsa ini. 

"Gerakan mahasiswa yang terkesan mati suri pasca -1998, sepertinya bangkit kembali. Kami yakin aksi mahasiswa kali ini murni karena ingin menagih keadilan untuk rakyat," katanya.

Menurut Surokim, aksi mahasiswa turun jalan menekan pemerintah hari-hari ini karena menemukan konteks dan momentumnya. Sehingga, wajar apabila seluruh mahasiswa mulai turun ke jalan mengingatkan penguasa.

"Ini wajar-wahar saja mahasiswa turun jalan, karena telah menemukan konteksnya untuk mengingatkan pemerintah," ujar Surokim.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement