Selasa 24 Sep 2019 01:31 WIB

KPK Tetapkan Tiga Tersangka Baru Kasus Pakpak Bharat

Tiga tersangka Pakpak Bharat ditahan terpisah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Seragam koruptor tahanan KPK (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA
Seragam koruptor tahanan KPK (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka baru dalam kelanjutan kasus suap yang melibatkan Bupati Pakpak Bharat Rembigo Yolanda Berutu di Sumatera Utara (Sumut) 2018. Tiga tersangka baru tersebut, pun kini sudah resmi menjadi tahanan KPK di dua rumah tahanan yang terpisah, Senin (23/9). 

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, tiga tersangka baru tersebut, dua di antaranya adalah pelaku swasta, yakni Direktur CV Wendy, Anwar Fuseng Padang (AFP), dan pelaku swasta lain, Dilon Boncin (DBC). Satu tersangka lainnya, yakni Gugung Banurea (GUB) yang diketahui sebagai pegawai negeri sipil (PNS).  “Untuk kepentingan penyidikan, Anwar ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan, sedangkan Dilon dan Gugung ditahan di Rutan Cabang Pomdam Jaya Guntur,” terang Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan (Jaksel), Senin (23/9). 

Febri menjelaskan, tiga tersangka baru tersebut, sebetulnya setelah KPK memastikan kelanjutan materi penyidikan terkait terpidana suap Rembigo yang divonis tujuh tahun penjara oleh PN Tipikor, Medan, Sumut pada Juli 2019. Vonis tersebut, memberi jalan baru bagi KPK untuk kembali mengusut para terlibat perkara korupsi yang berpangkal pada praktik suap proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Kabupaten Pakpak Bharat, tahun lalu.  

Febri menerangkan peran ketiga tersangka baru tersebut dalam kasus Rembigo. Dikatakan pada Februari 2018, terjadi pertemuan di rumah dinas Rembigo, antara Gugung dan Dilon. Dalam pertemuan tersebut, kedunya menyampaikan kepada bupati tentang permintaan sejumlah proyeks pembangunan yang akan dilakukan oleh Dinas PUPR setempat. Rembigo, selaku bupati menyanggupi permintaan itu. Tetapi dengan jatah senilai 10 persen dari setiap nilai proyek yang dijanjikan.

Kesepakatan tersebut berlanjut dengan adanya pertemuan antara Plt Kepala Dinas PUPUR Pakpak Bharat David Anderson Karosekali (DAK) dengan pihak swasta. Dalam pertemuan itu, David menawarkan kontrak pengaspalan Jalan Simpang Singgabur Namuseng, senilai Rp 5,1 miliar. Pada Maret 2018, proyek pengaspalan jalan tersebut, diberikan kepada Dilon, dan Gugung dengan kompensasi 10 persen dari harga proyek. Pada bulan itu juga, Dilon dan Gugubg setuju untuk memberikan Rp 500 juta.

Uang fee tersebut, pada April 2018 diserahkan kepada Rembigo. Pada April 2018, Rembigo melakukan pertemuan di Sidikalang dengan anggota Pokja ULP Kabupaten Dairi. Pertemuan tersebut, Rembigo menginstruksikan agar pengaspalan Jalan Simpang Singgabur Namuseng dipercepat dan menyerahkan pemenangan tender kepada David. Pada Juni 2018, Pokja ULP Dairi mengumumkan PT Alahta sebagai pemegang proyek pengaspalan tersebut yang diketahui sebagai perusahaan milik kerabat Gugung.

Atas penunjukan itu, pun Sekertaris Pokja ULP Dairi kecipratan uang senilai Rp 50 juta. Setelah proyek pengaspalan dipastikan menjadi milik PT Alahta, Gugung dan Dilon memberikan uang fee kepada Rembigo setotal Rp 720 juta. Uang itu sebanyak 10 persen dari fee kepastian proyek, dan permintaan lain Rembigo selaku bupati, yang dimintakan kepada Gugung, dan Dilon. Atas peran Gugung, Dilon, keduanya disangka dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b, atau Pasal 12 UU 20/2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sedangkan Anwar, ditetapkan tersangka juga terkait dengan pola yang sama. Namun dalam proyek yang berbeda yakni peningkatan Jalan Traju-Sambul-Lae dengan nilai sebenar 2,03 miliar. Dari nilai proyek tersebut, Anwar memberikan fee mendapatkan proyek kepada Rembigo sebesar Rp 250 juta yang pemberiannya dilakukan lewat peran David selaku Plt Kepala Dinas PUPR. Terhadap Anwar, KPK menuduhnya dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b, atau Pasal 13 UU 20/2001.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement