Sabtu 21 Sep 2019 01:16 WIB

Menjaga Kabut Asap agar tak Nonton GP Singapura

Kabut asap akan menjadi citra buruk Indonesia jika dikeluhkan pembalap dan penonton.

Bayu Hermawan
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Hermawan*

Kabut asap akibat kebakaran hutan yang terjadi di beberapa wilayah di Pulau Sumatra dan Kalimantan, menganggu kehidupan masyarakat. Aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat mendapat ancaman berbagai penyakit akibat kabut asap. Namun, bukan cuma masyarakat di Sumatra dan Kalimantan saja yang terganggu, negara tetangga pun ikut merasakan dampak dari kebakaran hutan.

Salah satunya adalah Singapura. Akhir pekan ini, nama Indonesia bakal dipertaruhkan di dunia internasional, khususnya di balap mobil Formula 1. Bukan karena ada pembalap Indonesia yang akan beraksi di ajang bergengsi itu. Namun, lantaran kabut asap kebakaran hutan dan lahan, berpotensi menganggu jalannya lomba.

Meski kabut asap akibat karhutla pada tahun ini tidak separah tahun 2015 lalu, namun tetap saja hal itu membuat panitia pelaksanaan balap Formula 1 yang akan digelar di Sirkuit Marina Bay Street was-was. Terlebih setelah National Environment Agency (NEA), lembaga lingkungan hidup Singapura, beberapa waktu lalu sempat mengeluarkan pernyataan jika kondisi udara di Singapura sedang ada dalam taraf mengkhawatirkan.

Berdasarkan data yang dihimpin NEA, Indeks Standar Polusi (PSI) di Singapura sudah mencapai angka 100, atau melampaui ambang batas sehat. Hal ini membuat kelayakan pelaksanaan FI seri GP Singapura dipertanyakan. 'Beruntung' beberapa juru bicara panitia F1 GP Singapura menyatakan, dalam beberapa hari terakhir kualitas udara di Singapura berangsung-angsur membaik. Jika tidak, dan bahkan sampai panitia memutuskan pelaksanaan balap ditunda, tentu semua jari di dunia balap internasional akan menunjuk Indonesia sebagai penyebabnya.

Meski begitu, panitia tetap bersiaga melakukan antisipasi. Karena bukan tidak mungkin, dalam hitungan hari bahkan jam, situasi bisa berubah. Pihak panitia F1 dalam keterangannya menegaskan akan berupaya memastikan pembalap dan penonton yang hadir tetap aman dari dampak kabut asap.

Strategi yang diambil adalah, selalu menyediakan informasi baru mengenai kualitas udara di Singapura agar tim balap dan penonton yang hadir bisa bersiap menghadapi situasi buruk. Panitia juga akan mendirikan pos kesehatan serta menyediakan marker jenis N95, yang dapat dibeli dengan harga normal jika kualitas udara mencapai titik mengkhawatirkan.

Seperti diketahui, Formula 1 merupakan salah satu olahraga bergengsi di dunia. Setiap perhelatan, dimanapun itu, selalu bakal menjadi daya tarik pencintanya untuk datang langsung ke sirkuit, mulai dari tokoh-tokoh dunia, selebritas dunia hingga masyarakat dari berbagai negara, bakal rela merogoh kocek untuk bisa menyaksikan pembalap andalan mereka berlaga.

Selain menyaksikan pembalap-pembalap idolanya memacu kendaraan untuk merebut podium tertinggi, satu hal yang dituntut oleh para penggemar F1 saat menyaksikan langsung ajang balap di sirkuit adalah soal kenyamaan. Bayangkan bagaimana dongkolnya penonton yang jauh-jauh dan mahal-mahal datang ke Singapura untuk menyaksikan balap. Namun sampai di sirkuit, mereka menyaksikan balap di bawah terik matahari sambil mengenakan masker, dengan mata perih dan paru-paru yang sesak akibat kabut asap. Terlebih jika pembalap idola mereka kalah, maka siap-siap saja di media sosial bakal berseliweran ungkapan kekecewaan akibat kabut asap made in Indonesia.

Belum lagi dari sisi pembalap. Jangan sampai kabut asap akibat karhutla menganggu konsentrasi mereka di lintasan balap. Tentu kita tidak mau jika ada pembalap, misalkan Lewis Hamilton, yang menuliskan kekesalannya di akun medsos miliknya karena gagal mendapat podium, karena jarak pandangnya terhalang akibat kabut asap. Ini semua bakal menjadi kampanye buruk bagi citra Indonesia di dunia olahraga. Terlebih dalam di masa mendatang, Indonesia akan menjadi tuan rumah perhelatan even-even olahraga bertaraf internasional seperti MotoGP, balap Formula E hingga kompetisi kejuaraan basket dunia.

Jangan sampai, para atlet akan berpikir dua kali untuk bertanding di Indonesia, atau ada pertanyaan apakah kualitas udara di Indonesia baik dan sehat untuk mereka.

Sejatinya, penuntasan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan oleh pemerintah juga semata-mata bukan hanya karena citra di dunia international. Yang utama, pemerintah harus mengatasi masalah ini dengan tujuan utama menjaga kesehatan jiwa dan raga rakyat Indonesia. Karena, yang merasakan dampak utama kebakaran hutan dan lahan adalah rakyat Indonesia sendiri, dan dunia olah raga Indonesia sendiri.

Contohnya, tim peserta Liga 1 Indonesia, Kalteng Putra FC. Beberapa waktu lalu, mereka telah mengeluhkan kabut asap menganggu mereka. Skuat Kalteng Putra FC harus menunda latihan karena tebalnya kabut asap. Belum lagi pembinaan bibit-bibit muda atlet asal tanah Sumatra dan Kalimantan yang terhambat karena kabut asap. Untuk itu, kita berharap masalah kebakaran hutan dan lahan diselesaikan secara tuntas. Jangan berharap mencapai hal-hal hebat dalam bidang apapun jika bernapas saja sulit.

*) Penulis adalah jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement