Kamis 19 Sep 2019 14:00 WIB

Soal Kabut Asap, Pemerintah Dinilai Langgar HAM

Ratusan ribu warga terpapar infeksi ISPA akibat kabut asap.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang nelayan mencari ikan di tengah pekatnya kabut asap dampak dari karhutla yang menyelimuti kawasan sungai Siak di Pekanbaru, Riau, Kamis (19/9/2019).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Seorang nelayan mencari ikan di tengah pekatnya kabut asap dampak dari karhutla yang menyelimuti kawasan sungai Siak di Pekanbaru, Riau, Kamis (19/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manager Advokasi dan Officer Yayasan Ekualizer Tomo menyebut pemerintah sama saja telah melakukan pelanggaran HAM berat. Hal tersebut diungkapkan Tomo menyusul kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Indonesia.

Tomo mengungkapkan, berdasarkan catatan ada sekitar 386 ribu warga yang terpapar infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) akibat adanya karhutla, khususnya di Sumatra dan Kalimantan. Jumlah tersebut, meningkat drastis jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Baca Juga

"Negara harus bertanggung jawab penuh karena bukan cuma satu, dua orang tapi ribuan korban," kata Tomo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (19/9).

Dia menjelaskan, penderita ISPA akan terus bertambah mengingat penanganan yang dilakukan pemerintah selama ini hanya terjadi selama karhutla berlangsung. Penanganan berhenti ketika musik hujan datang. Padahal, dia melanjutkan, anak-anak hingga usia 15 tahun sulit cepat sembuh dari ISPA.

Dia mengatakan, penderita ISPA akan bertambah tahun berikutnya jika kembali terjadi karhutla di sejumlah daerah. Oleh karena itu dia meminta pemerintah untuk terus melakukan rehabilitasi terhadap korban bahkan ketika karhutla telah berhenti. Dia juga meminta pemerintah untuk tidak hanya meminta ganti rugi dari korporasi.

"Makanya pengabaian yang dilakukan negara itu saat hujan turun selesailah tanggung jawab negara atas korban, harusnya ada tindakan lebih lanjut tidak hanya pada saat karhutla terjadi," katanya.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengklaim jika karhutla di Sumatera dan Kalimantan tak separah seperti pemberitaan di media massa. Dia mengatakan, titik api karhutla sudah banyak berkurang seiring upaya pemadaman yang dilakukan secara menyeluruh.

Menanggapi hal itu, Tomo meminta Wiranto dan Presiden Joko Widodo untuk menetap meski hanya sementara di wilayah terdampak karhutla. Dia menegaskan, hal tersebut dilakukan agar pemerintah mendapatkan fakta sesungguhnya terkait karhutla yang terjadi di lapangan.

Direktur Eksekutif Saeit Watch Inda Fatinaware meminta masyarakat untuk tidak terjebak dalam narasi pernyataan-pernyataan yang dilontarkan para pejabat negera. Menurutnya,semua pihak harus melihat fakta sambil mengimpun data dan pengalaman di lapangan. Dia mengatakan, secara faktual masih banyak anak-anak yang berhenti bersekolah karena diliburkan akibat tebalnya asap.

"Orang semua secara ekonomi terhenti dan anak yang bersekolah juga diliburkan dan tidak mendapatkan hak untuk belajar. Asap ini persoalan besar dan itu persoalan akut di negeri ini yang harus diselesaikan," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement