Rabu 18 Sep 2019 01:21 WIB

Selain Usia Minimal, Revisi UU Perkawinan Atur Masalah Anak

Pemerintah wajib sosialisasi pencegahan perkawinan dini hingga bahaya seks bebas.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. (Ilustrasi)
Foto: Aditya Pradana Putra/Antara
Kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menjelaskan, perubahan undang-undang (UU) nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan tidak hanya mengubah usia minimal pernikahan. Aturan ini juga telah mengatur sosialisasi bahaya seks bebas, pernikahan sesama jenis hingga lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) untuk mencegah masalah anak.

Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Nahar mengatakan pengaturan masalah-masalah anak itu ada di pasal 7 ayat 2. "Tugas pemerintah melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat mengenai pencegahan perkawinan usia dini, bahaya seks bebas, dan perkawinan tidak tercatat demi terwujudnya generasi bangsa yang lebih unggul," kata saat dihubungi Republika, Selasa (17/9).

Kendati demikian, ia memaklumi kekhawatiran Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait perubahan UU Perkawinan yang menaikkan batas usia perkawinan menjadi 19 tahun bisa menimbulkan masalah baru. Ia juga menegaskan revisi UU Perkawinan ini dengan menaikan batas usia perkawinan menjadi 19 tahun juga sebagai bagian upaya mencegah dampak negatif dari perkawinan usia anak. 

"Untuk itu perlu terus dilakukan berbagai upaya untuk memastikan tumbuh kembang dan perlindungan anak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," ujarnya.

Asisten Deputi Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif pada Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Rohika Kurniadi Sari menambahkan, semua sudah disebutkan di revisi UU Perkawinan tersebut. "Di (revisi) UU Perkawinan itu sangat jelas mengenai batas usia mempelai wanita dan pria," ujarnya saat dihubungi Republika.

Sebelumnya, MUI mengkhawatirkan perubahan revisi UU (UU) nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Alasannya pemerintah dan dewan perwakilan rakyat (DPR) hanya mengubah pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan yang mengatur batas usia pernikahan. Ia khawatir perubahan batas usia itu  akan mengubah banyak hal.

Untuk itu, menurutnya regulasi tersebut tidak perlu direvisi. "Tidak mustahil apa yang sudah menjadi kesepakatan nasional (dalam UU Perkawinan) akan berubah semua. Akan masuk perkawinan sejenis, perkawinan beda agama, dan sebagainya," kata Ketua Bidang Fatwa MUI Muzaemah T Yanggo. 

Revisi UU Perkawinan dilakukan untuk menindaklanjuti putusan MK RI Nomor 22/PUU-XV/2017 yang merevisi Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yaitu “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement