Senin 16 Sep 2019 15:46 WIB

RKUHP Segera Disahkan, Pasal Penghinaan Presiden Tetap Ada

DPR menargetkan RKUHP disahkan menjadi undang-undang pada 24 September.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo hadir dalam Musyawarah Nasional (Munas) Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) XVI 2019 di Jakarta, Senin (16/9).
Foto: Republika/Prayogi
Presiden Joko Widodo hadir dalam Musyawarah Nasional (Munas) Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) XVI 2019 di Jakarta, Senin (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera merampungkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP, Arsul Sani menjelaskan, bahwa draf RKUHP tinggal dirapikan dan akan disahkan pekan depan.

"Urusan soal penghinaan presiden, semua sudah selesai. Artinya secara politik hukum, kita semua sudah sepakat itu harus ada," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9).

Baca Juga

DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam Rapat Paripurna pada akhir September mendatang. Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9).

Selain pasal penghinaan presiden, panja juga telah menyepakati enam pasal lainnya, yaitu hukum yang hidup di masyarakat (Hukum Adat), pidana mati, dan tindak pidana kesusilaan. Serta, tindak pidana khusus, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.

Arsul menjelaskan, kesepakatan terkait RKUHP telah diselesaikan dalam rapat perumusan di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta, pada Sabtu-Ahad pekan lalu. Rapat tersebut digelar tertutup oleh anggota panja.

"Ini kan rapat perumusan, kalau rapat yang harus terbuka itu kan kalau rapat pembahasan, debat. Kalau merumuskan kan sudah selesai, ini kan cuma merumuskan," jelas Arsul.

Diketahui, pidana penghinaan presiden masuk Pasal 219 RKUHP. Pasal itu mengatur siapapun yang melakukan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden terancam pidana penjara paling lama 4,5 tahun dan denda.

Sementara, Pasal 241 mengatur bahwa orang yang melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang berakibat terjadinya keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda. Aturan serupa pernah dibatalkan MK pada 2006 dengan putusan nomor 013-022\/PUU-IV\/2006. Tiga pasal KUHP, yaitu pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP, yang digugat Eggi Sudjana.

Direktur Eksekutif ICJR Anggara mempermasalahkan rapat RKUHP yang digelar tertutup itu. Padahal, pasal-pasal RKUHP masih kontroversial dan masih menjadi perdebatan berbagai isu.

"Harusnya dilakukan secara terbuka sesuai dengan amanat UU No. 12 Tahun 2011 tantang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," ujar Anggara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement