Jumat 13 Sep 2019 19:13 WIB

Pemuda Muhammadiyah Sebut Jokowi Ambil Jalan Tengah

Pemuda Muhammadiyah menilai pembahasan revisi UU tak tepat saat ini.

Rep: Dian Erika Nugraheny/Ali/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Hukum & HAM Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Razikin menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil jalan tengah terhadap draf revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Pihaknya menggarisbawahi posisi dewan pengawas yang dipilih oleh Presiden.  

"Saya pikir catatan Presiden terhadap draf revisi UU KPK inisiatif DPR tersebut merupakan jalan tengah ditengah polemik antara pihak yang pro maupun kontra. Yang menarik poin dari Presiden Jokowi adalah pengawas KPK yang akan dipilih oleh Presiden," ujar Razikin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/9). 

Baca Juga

Menurut Razikin, yang bisa ditangkap dari poin itu adalah Presiden akan memimpin langsung pemberantasan korupsi. Razikin menyebut hal itu sejalan dengan usulan mereka, sehingga PP Pemuda Muhammadiyah sangat mendukung langkah Presiden.

"Tinggal sekarang DPR apakah tetap berpegang pada draf yang mereka usulkan itu, tinggal kita lihat saja perkembangannya nanti. Yang terpenting bagi kami di Pemuda Muhammadiyah, bahwa baik eksekutif maupun legislatif dapat mendudukkan persoalan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK itu dalam kerangka efektivitas dan soliditas semua lembaga Negara melawan kejahatan korupsi," tuturnya.

Namun, pihaknya menilai, kurang tepat jika pembahasan revisi UU tersebut dilakukan oleh DPR sekarang. Presiden, kata Razikin, seharunya bisa menunda pembahasan dengan menunggu pelantikan DPR periode 2019-2024 pada 20 Oktober nanti. 

"Sehingga, ada jeda waktu yang cukup karena ini merupakan hal yang fundamental bagi masa depan bangsa kita," ujarnya.  

Sebelumnya, Presiden dalam konferensi Pers di Istana Negara Merdeka menolak empat poin usulan DPR. Pertama, Jokowi menyatakan tak setuju jika KPK harus mendapatkan izin pihak luar ketika ingin melakukan penyadapan.

Menurut dia, KPK cukup memperoleh izin internal dari dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan. Kedua, Jokowi tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Ia menyatakan bahwa penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur aparatur sipil negara (ASN).

Ketiga, Jokowi mengatakan, tak setuju KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan. Menurut dia, sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi.

Keempat, Jokowi menyatakan tidak setuju pengalihan pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari lembaga antirasuah kepada kementerian atau lembaga lainnya.

Jokowi mengaku sudah mendengarkan masukan dari sejumlah pihak, mulai dari masyarakat, pegiat antikorupsi, akademisi, serta tokoh-tokoh bangsa terkait dengan revisi UU KPK. Mantan wali kota Solo itu menyatakan terus mengikuti perkembangan rencana revisi UU KPK ini.

Ia pun telah menugaskan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin untuk mewakili pemerintah membahas rancangan undang-undang atas perubahan UU KPK bersama DPR.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement