Jumat 13 Sep 2019 08:43 WIB

Dewan Pengawas KPK Diangkat Presiden

KPK menuding pemerintah dan DPR berkonspirasi melucuti kewenangan mereka.

Aksi Tolak RUU KPK. Mahsiswa dari berbagai perguruan tinggi Yogyakarta menggelar aksi di titik nol, Yogyakarta, Kamis (12/9/2019).
Foto: Dok KPK
Sejumlah unsur masyarakat berbondong-bondong mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Rabu (11/9) malam hingga Kamis (12/9) dinihari. Aksi yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari sejumlah kampus, Gerakan Antikorupsi (GAK) dan alumni lintas perguruan tinggi serta sejumlah aktivis antikorupsi ini merupakan reaksi atas langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR RI.

Disesalkan

KPK menyayangkan persetujuan Presiden Joko Widodo terkait rencana revisi UU KPK tersebut. Wakil KPK Laode M Syarif bahkan menuding pemerintah dan DPR diam-diam berkonspirasi melucuti kewenangan KPK. Menurut dia, KPK sebagai pelaksana UU tidak diajak konsultasi atau setidaknya diberitahu pasal mana saja yang akan diubah.

"Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia, di mana DPR dan pemerintah berkons pirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi atau sekurang-kurangnya memberi tahu lembaga tertebut tentang hal-hal apa yang akan direvisi dari undang-undang mereka. Ini jelas bukan adab yang baik," kata Syarif, Kamis (12/9).

Syarif mengatakan, tidak ada sedikit pun transparansi dari DPR dan pemerintah mengenai RUU tersebut. Ia pun meragukan apakah sikap diam-diam yang dilakukan DPR dan pemerintah ini akan terjadi bila menyangkut revisi UU yang terkait lembaga lain, seperti kepolisian atau kejaksaan.

Atas sikap diam-diam Presiden dan DPR, kata Syarif, pimpinan KPK akan meminta bertemu dengan pemerintah dan DPR terkait rencana revisi UU KPK ini. Menurut dia, pertemuan ini penting terhadap poin-poin yang bakal diubah atau ditambahkan.

"Pimpinan KPK akan minta bertemu dengan pemerintah dan DPR karena kami tidak mengetahui pasal-pasal mana saja yang akan direvisi," kata Syarif.

Indonesia Corruption Watch (ICW) bahkan menyebut Presiden Jokowi ingkar terkait pemberantas an korupsi. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, surpres yang dikirim Presiden ke DPR sebagai ancaman masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia. Padahal, KPK juga mengalami ancaman melalui pemilihan pimpinan KPK.

Kurnia mengatakan, surpres revisi UU KPK menunjukkan ketidakberpihakan Presiden pada penguatan KPK dan pemberantasan korupsi. Dia mengatakan, Presiden terlihat tergesa-gesa dalam mengirimkan surpres ke DPR tanpa adanya pertimbangan yang matang.

Hal itu mengingat Pasal 49 Ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 secara tegas memberikan tenggat waktu 60 hari kepada Presiden sebelum menyepakati usulan UU dari DPR. Presiden juga dinilai abai terhadap aspirasi masyarakat.

"Harus diingat bahwa Presiden bukan hanya kepala pemerin tahan, namun juga kepala negara yang mesti memastikan lem baga negara, seperti KPK tidak dilemahkan oleh pihak-pihak manapun," katanya.

ICW juga menilai Presiden ingkar janji tentang penguatan KPK dan keberpihakan pada isu antikorup si. "Dengan Presiden me nyepakati revisi UU KPK usulan dari DPR ini, rasanya Nawa Cita Presiden sama sekali tidak terlihat," kata Kurnia.

Lebih jauh, Kurnia mengatakan, pemberantasan korupsi merupakan janji kampamye Jokowi pada Pemilu 2019. Artinya, Presiden saat ini tidak menepati janji untuk memperkuat KPK dan pemberantasan korupsi. Hal ini diprediksi berimplikasi serius pada kepercayaan publik pada pemerintahan Jokowi.

Sementara, sebanyak 16 LBH-YLBHI mengecam keras setiap bentuk upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi. Mereka meminta Presiden mendengarkan aspirasi rakyat terkait revisi UU KPK. (arif satrio nugroho/dian fath risalah/febrianto adi saputroed: agus raharjo)

POIN-POIN REVISI UU KPK

1. Kedudukan KPK. KPK berada pada cabang pemerintahah, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya

bersifat independen.

2. Penyadapan. KPK boleh melakukan penyadapan atas izin Dewan Pengawas.

3. KPK sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu.Sehingga, diwajibkan

bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

4. Tugas KPK di bidang pencegahan ditingkatkan.Sehingga setiap lembaga, instansi, dan kementerian

wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara.

5. Pembentukan Dewan Pengawas KPK.

6. SP3. Kewenangan KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak

selesai dalam jangka waktu satu tahun atau SP3. (Sumber:Pusat Data Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement